Roma, tvOnenews.com - Umat Islam di Kota Monfalcone, Italia mendapatkan larangan ketika salat Jumat dengan kepala tertunduk ke tanah di tempat parkir berada di sebuah basement sebuah gedung.
Tetapi umat Islam di sana harus berhenti salat karena dilarang ibadah sejak November oleh Wali Kota Monfalcone, Italia, Anna Cisint.
Salah satu umat Islam di Kota Monfalcone, Italia, Rejaul Haq sebagai pemilik properti mengungkapkan rasa frustasinya umat Islam di sana mendapatkan pelecehan terkait larangan salat.
"Katakan padaku kemana aku harus pergi? Kenapa aku harus pergi ke luar Monfalcone? Aku tinggal di sini, aku membayar pajak di sini!," ungkap Rejaul Haq dikutip tvOnenews.com dari France24, Senin (6/5/2024).
Ilustrasi umat Islam di Kota Monfalcone, Italia menunaikan salat. (Freepik)
Warga Negara Italia yang dinaturalisasi tiba dari Bangladesh pada tahun 2006 itu mengatakan, umat Islam tidak dapat tempat ibadah dibandingkan dengan agama lain di Kota Monfalcone.
"Katolik, Ortodoks Protestan, Yehuwa kalau mereka semua punya gerejanya sendiri, kenapa kita tidak bisa punya satu saja?," heran Haq.
Mereka berusaha kumpul di lokasi yang bukan milik pemerintah tersebut sambil menunggu keputusan pengadilan pada akhir Mei 2024.
Tujuannya agar umat Islam di sana dapat menyelesaikan masalah zonasi karena menghalangi hak konstitusional dalam beribadah, khususnya kewajiban salat sebagai umat Muslim.
Memang sepertiga penduduk dari 30.000 orang yang tinggal di luar Kota Trieste, Italia tersebut berasal dari imigran.
Kebanyakan berasal dari imigran orang Islam Bangladesh yang mendatangi kota tersebut pada akhir tahun 1990 dalam rangka bangun kapal pesiar bagi pemilik kapal Fincantieri salah satu galangan kapal Monfalcone terbesar di Italia.
Sejak ada aturan baru terkait larangan ibadah, Wali Kota Monfalcone, Anna Cisint mengatakan pembatasan salat berdasarkan zonasi bukan condong kepada diskriminasi terhadap umat Islam.
Cisint menuturkan dirinya tidak punya hak untuk menyediakan tempat ibadah sejak adanya peraturan perencanaan kota dalam pembatasan tempat ibadah.
"Sebagai wali kota, saya tidak menentang siapa pun, saya bahkan tidak akan menyia-nyiakan waktu saya untuk melawan siapa pun, tapi saya juga di sini untuk menegakkan hukum," jelas Cisint.
Cisint mengakui sudah terlalu banyak manusia di Kota Monfalcone terutama sejak umat Islam datang dan bentuk kelahiran baru di kota negara sekuler tersebut.
"Terlalu banyak, kamu harus mengatakan apa adanya," imbuh Wali Kota Monfalcone itu.
Populasi umat Islam di Kota Monfalcone telah mendapatkan peringatan terkait kehidupan sosial mereka yang tidak dilanjutkan Cisint menjadi topik utama nasional dalam beberapa bulan terakhir.
Padahal mereka mendukungnya agar bersaing di pemilihan Parlemen Eropa mendatang untuk partai Liga anti-imigran, pimpinan Matteo Salvini.
Matteo Salvini salah satu sosok bagian di partai paling sayap kanan di Italia atau dari pemerintahan koalisi Perdana Menteri, Giorgia Meloni.
Keberadaan liga tersebut telah menghalangi umat Islam dalam pembukaan masjid di wilayah Italia Utara.
Ini akan menjadi pemicu masalah nasional di negara tersebut karena mayoritas penduduknya dari Agama Katolik.
Selvini mengakui pemungutan suara yang dilakukan pada Juni dengan memanfaatkan 160.000 imigran ilegal dengan perahu mereka ke Italia jadi pemicu pihaknya sebagai pemenang suara.
Namun, umat Islam di Kota Monfalcone mengaku tidak cocok terhadap stereotip dari Liga tersebut dengan pernyataan "apakah Eropa akan tetap ada atau akan menjadi koloni Sino-Islam".
Lantaran mereka telah meresmikan statusnya dari izin kerja atau paspor selama berada di wilayah Kota Monfalcone, Italia.
"Kami datang ke sini bukan untuk melihat indahnya Kota Monfalcone. Itu karena ada pekerjaan di sini," tegas Haq.
Berdasarkan status hukum Italia, Agama Islam ternyata tidak termasuk dalam 13 agama resmi di sana.
Sehingga upaya umat Islam memiliki harapan adanya pembangunan tempat ibadah terus dipersulit.
Perwakilan asosiasi Muslim utama dari Komunitas Keagamaan Islam Italia (COREIS), Yahya Zanolo menyebut sekitar 10 masjid telah diakui secara resmi di Italia.
Keberadaan sekitar dua juta umat Islam Italia di ribuan tempat ibadah darurat memicu prasangka dan ketakutan dari umat non-Islam selama tinggal di Italia.
"Menimbulkan prasangka dan ketakutan pada populasi non-Muslim," imbuh Zanolo.
Ahmad Raju (38) sebagai pekerja umat Muslim lain di Fincantieri merasakan adanya kebencian kepada umat Islam dari warga Kota Monfalcone.
Raju menilai dari retorika Cisint bahwa, Wali Kota Monfalcone itu "merasa takut" dengan keberadaan umat Islam.
"Anda merasa seperti berada di depan tembok besar yang tidak dapat Anda robohkan," pungkasnya.
Meski ia mengetahui dirinya dan umat Islam lain tidak akan bisa mengubah situasi diskriminasi terhadap orang yang memiliki keyakinan Agama Islam. (hap)
Load more