tvOnenews.com - Keperluan suami menginginkan hubungan intim dengan istri sangat dianjurkan dalam Agama Islam.
Ketika mereka menikah, suami istri melakukan hubungan intim untuk peroleh keturunan anak di ajaran Islam disahkan.
Namun banyak suami rela menikah saat istri hamil hasil dari zina melalui hubungan intim ketika hasrat seksual tumpah dengan laki-laki lain.
Suami pun berkeinginan hubungan intim saat kondisi istri hamil dari pria lain di dalam ajaran Islam masih jadi polemik.
Ilustrasi suami istri sedang hubungan intim setelah menikah. (Freepik)
Sebelum Anda ingin mengetahui terkait hukum kasus tersebut, sebaiknya simak penjelasan ini di sini agar tidak salah tafsir.
Penjelasan ini menjadi edukasi Anda terkait hukum suami menginginkan hubungan intim saat istri mengandung anak dari orang lain.
Dilansir dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya dalam suatu kajiannya menjawab salah satu pertanyaan dari jemaahnya.
Pertanyaan tersebut perihal seorang wanita sedang mengandung anak dari hasil zina dan ada pria yang ingin menikahinya.
Tujuan pria tersebut agar bisa menjadi suami sekaligus menolong aib wanita hamil itu.
"Cara menolong bermacam-macam, apakah menolong dia (pria) harus menikahinya? Kalau menolong bisa saja menempatkan dia (Wanita) di tempat yang mulia," ujar Buya Yahya.
Sebelum itu, Buya Yahya merasa heran terhadap orang tua pihak wanita terkait anaknya bisa hamil diluar pernikahan.
Hal itu sangat berdampak terhadap kehidupan sang anak ke depannya dan memang wanita tersebut harus ditolong.
Ia pun mengambil perspektif beberapa Mazhab dari kasus pria rela menjadi suami agar bisa hubungan intim dengan wanita hamil.
Ia membandingkan hukumnya dari Mazhab Imam Syafi'i, Mazhab Imam Hambali, dan Mazhab Imam Maliki.
Pertama dari Mazhab Imam Syafi'i melarang pria untuk menikahi wanita hamil jika masih punya suami yang disebut masa iddah.
"Larangan menikah dalam Mazhab Imam Syafi'i adalah kalau perempuan itu adalah punya suami atau dalam masa iddah atau hamil tapi punya suami," tuturnya.
Tetapi ia menjelaskan bahwa, Mazhab Imam Syafi'i memperbolehkan pria ajak menikah dan berhubungan intim jika wanita hamil tersebut tidak punya suami.
"Artinya sah dinikahi menurut pendapat Syafi'i dan juga sah digauli," katanya.
Kedua dari Mazhab Imam Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali yang melarang menikahi wanita hamil dari pria lain.
"Imam Ahmad diambil sama, jadi waktu orang hamil tidak boleh dinikahi, pendapat Imam Ahmad sah," ucapnya.
Hal itu sesuai hadits yang diriwayatkannya terkait larangan menikahi wanita hamil, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ افْتَتَحَ حُنَيْنًا فَقَامَ فِينَا خَطِيبًا فَقَالَ لاَ يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
Artinya: "Diriwayatkan dari Ruwaifi‘ ibn Tsabit al-Anshariy, ia berkata: Aku pernah bersama Nabi saw padaperang Hunain, beliau berdiri di antara kami dan berpidato: Dilarang seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat menumpahkan airnya (maninya) di atas tanaman orang lain." (HR. Ahmad)
Ketiga dari Mazhab Imam Maliki menyetujui seorang pria dapat menikah karena punya tujuan menolong wanita hamil tersebut.
Namun Mazhab Imam Maliki melarang pria yang telah jadi suaminya langsung berhubungan intim dengan sang istri saat hamil.
"Dari Mazhab Imam Malik ini adalah dalam hal ini sangat adil bahwasanya jika ada orang menolong untuk menikahi dia (wanita)," imbuhnya.
"Maka hendaknya jangan digauli agar tidak bercampur antara air mani dengan istilah dari kandungannya," sambungnya.
Ia tidak menyalahkan berbagai pendapat dari para ulama, kyai, ustaz, dan lain-lain terkait kasus tersebut.
"Jadi Ustadz yang melarang menggauli itu adalah ada sandarannya juga supaya tidak bercampur aduk yang memperkenankan pun juga bersandarkan pemahaman," tegasnya.
Buya Yahya pun memberikan pendapat dirinya selagi tujuan pria tersebut baik, salah satunya tutup aib wanitanya maka itu sikap yang terhormat.
"Urusan menggauli tidak menggauli gampang ada pendapat tadi, tujuannya dia kalau menikah untuk menutup aibnya, lalu pekerjaan yang luar biasa agar terhormat, keluarga yang terhormat," paparnya.
"Janji dari Allah yang biasa menutup aibnya orang, akan ditutup aibnya selamanya biar pun nanti terjadi problem nggak usah diungkit," tukasnya.
Kesimpulannya bahwa, Buya Yahya mengacu dari tiga Mazhab di atas soal diperbolehkan atau larangan menikah dan hubungan seksual dengan wanita hamil dari zina.
Jika Anda masih belum memahami penafsiran di atas sebaiknya bisa berkonsultasi atau dengar kajian dari para ulama, kyai, ustaz, dan tokoh agama lain.
Wallahu A'lam Bishawab.
(hap)
Load more