Jakarta, tvOnenews.com - Buya Yahya menanggapi kisah seorang anak SD berusia 13 tahun inisial ARP (13) yang viral akibat depresi karena handphone (HP) di Cirebon, Jawa Barat.

Buya Yahya menyayangkan banyak pihak yang terlibat patungan membelikan HP baru untuk anak SD di Cirebon tersebut.

"Yang perlu untuk benar-benar kita waspadai pada diri kita adalah keinginan baik untuk menolong, kalau ternyata kita belum tahu betul apa yang akan kita tolong bisa saja malah menjerumuskannya," ujar Buya Yahya dikutip tvOnenews.com dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, Selasa (21/5/2024).

Meski ia merasa bangga banyak orang yang ikut patungan membelikan HP baru untuk ARP yang tiba-tiba depresi setelah ponselnya dijual sang ibu.

"Maka kami sanjung barangkali ada orang yang ikut membantu anak tersebut ikut membelikan handphone baru lagi maksudnya mungkin baik," katanya.

Ilustrasi anak kecanduan main HP pemicu alami depresi. (Pixabay)

Ia merasa bingung publik tidak melihat sisi dampak buruknya dari hasil patungan membelikan HP baru supaya ARP tidak kembali mengalami depresi.

"Akan tapi, apakah betul itu yang terbaik yang harus dilakukan? Jadi kalau ingin menolong itu hendaknya kita cermati betul jangan-jangan justru kita menjerumuskan karena problem yang terjadi kita belum tahu betul," paparnya.

Ia melihat keputusan ibunya bisa saja menyelamatkan anak tersebut supaya tidak kecanduan dan memiliki masalah melalui HP.

"Bisa jadi seorang ibu itu memang sudah lama mendidik anaknya berkali-kali mengingatkan dan sebagainya terus, ternyata anaknya mungkin dengan handphone itu sendiri sampai teledor banyak masalah kan kita tidak tahu itu semuanya," paparnya.

Ia menjelaskan tentang pendapat para pakar Barat bahwa, anak yang kecanduan HP bisa berdampak negatif, salah satunya depresi.

"Pakar-pakar di Barat sana menyebutkan bahwasanya gadget atau handphone ini bisa menjadikan sebab depresi dan sebagainya, bukan kami yang ngomong, coba aja lihat Anda," imbuhnya.

Sontak, anak akan mengalami depresi akibat kecanduan HP seringkali ditemukan karena memorinya selalu tertuju gadget miliknya.

Hal ini mengingat beberapa fakta yang dialami ARP sering melamun dan emosinya tidak terkontrol.

Tak hanya itu, ibunya juga pernah mengajak putranya berobat medis supaya kembali normal akibat menderita depresi.

Bocah berusia 13 tahun itu bahkan sempat menghilang karena pergi dari rumah tanpa sepengetahuan ibunya.

Akibat dari HP, ARP harus berhenti sekolah selama satu tahun sejak Agustus 2023.

Pendakwah itu juga menyoroti sikap sang ibu yang memutuskan HP hasil dari tabungan ARP dijual untuk kebutuhan sehari-hari.

"Apakah betul seorang ibu diktakor begitu sehingga begitu saja menjual handphone anaknya?," tanya dia.

Namun, ia tidak ingin menghakimi keputusan ibunya lantaran sang ayah ARP tidak pernah menafkahi istrinya.

Sehingga sang ibu harus rela menjual HP anaknya dan sempat disetujui oleh bocah SD itu.

"Bisa jadi ibunya menjual handphone karena ada sesuatu yang sangat penting urusan apa Wallahu Alam saya nggak tahu. Mungkin utang karena sekolah anaknya kemarin, sementara ibunya diancam terus untuk membiayai sekolah anaknya," paparnya.

Dari kasus tersebut, ia berpesan kepada seluruh orang tua khususnya sang ibu agar selalu menghadapi anak mereka dengan sabar.

"Tapi di sisi lain kita juga harus seorang ibu itu kalau mendidik anak tentu dengan kelembutan, ini harus, tahapan-tahapannya ada," tuturnya.

Tak lupa juga ia mengimbau publik agar tidak melihat dari satu sudut pandang mengingat seorang anak alami depresi akibat HP bukan suatu hal yang baik.

"Selagi masih banyak kemungkinan kenapa kita kok suka lalu memojokkan ibunya begini atau mojokkan anaknya. Jangan-jangan kita menjadi pahlawan kalau pahlawan kesiangan kan telat, pahlawan menghancurkan jadi salah," pungkasnya. (hap)