Jakarta, tvOnenews.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berencana menerima izin usaha tambang dari Pemerintah Indonesia masih menjadi tuai kontroversi dari publik.
Terkini, netizen melihatkan perubahan logo NU menjadi "Ulama Nambang (UN)" identik simbol Rupiah viral di media sosial melalui akun X @hipohan, Selasa (18/6/2024).
Pegiat sosial, Lukman Simandjuntak pemilik akun X tersebut mendeskripsikan isi gambar UN hasil pelesetan logo NU bergambar bintang-bintang diubah menjadi Rupiah dan bagian bola dunia diganti ekskavator.
"Sementara bintang-bintangnya diganti dengan Rp, lalu bola dunia diubah menjadi ekskavator," tulis Lukman dalam keterangan aplikasi X pribadinya.
Logo asli Nahdlatul Ulama (NU). (ANTARA)
Lukman mengatakan secara blak-blakan bahwa, pihak yang mungkin disalahkan berasal dari kelompok elite di PBNU.
"Siapa yang salah? Ya elit PBNU lah, kenapa malah menjauh dari umat dan memilih umara," jelasnya.
Pelesetan logo NU menjadi UN berawal dari media sosial X @pasifisstate mengunggah gambar NU diidentikkan warna hijau menjadi merah disertai adanya logo Rupiah dan ekskavator.
Sontak, netizen memberikan beragam reaksi akibat pelesetan logo UN viral di media sosial.
"Kok kita seperasaan ya? Gak ada marwah lagi, betul gak? Akhirnya berdiri sendiri tuh," ujar Cokixxx.
"Opini cerdas, kalau sudah begini yang disalahkan yang ganti-ganti lambang, padahal itu salah satu cara mereka mengkritik elit NU yang saat ini hanya mengejar dunia, bukan lagi berkhidmat kepada umat," kata @TW8xxx.
"Umat kan dibilang enggak ada duitnya. Ngurus umat butuh duit, pengurus butuh duit, kira-kira nih gedean untuk umat apa pengurus? Umat juga enggak buta-buta amat soal tambang ini, kenapa enggak cari dana dari sektor-sektor yang lebih aman," jelas @budmxxx.
Bendahara PBNU Sumantri Suwarno menyikapi perubahan logo NU menjadi UN dengan latar belakang dan penyematan akronim Rp dan bola dunia diubah dengan gambar eskavator.
Sumantri menyayangkan terhadap netizen menunjukkan sikap yang sudah di luar batas.
Menurut Bendahara PBNU itu netizen sudah kelewatan yang dimana logo NU sangat sakral dari hasil kesepakatan kiai dan menjadi kebanggaan warga NU.
"Dalam bendera NU, warga negara juga jadi bagian dari penjaga Indonesia hingga hari ini. Kebencianmu jika ada, bisa salah alamat," kata Sumantri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/6/2024).
Sumantri memahami terhadap keputusan NU yang ingin berencana mengambil tawaran WIUPK sejak memilih wilayah di Kalimantan Timur.
Sumantri mengatakan, berbagai kritikan dibebaskan dalam menyampaikan pendapat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Meski begitu, ia menyebut jangan sampai kritikan kepada NU terutama para elite PBNU sampai di luar batas, seperti merubah logo yang sudah dibentuk dan menjadi kebanggaan jutaan warga NU.
"Kritik gagasan dan keputusan PBNU, jangan ditabrak di luar itu," tuturnya.
Ia menjelaskan netizen tidak pantas mengolok-olok dua Ormas Islam terbesar di Indonesia, termasuk NU maupun Muhammadiyah.
Hal ini melihat dua ormas keagamaan tersebut memiliki peran dalam meraih perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Saya tidak pernah merasa pantas menghina NU dan Muhammadiyah," ungkapnya.
"Jejak dan kerja kedua organisasi ini terlalu besar untuk dijadikan olok-olok oleh orang yang bahkan belum pernah mendirikan sekolah satu kelas pun," sambungnya.
Ia berpesan kepada publik untuk melihat sejarah yang sudah diperjuangkan oleh NU untuk memiliki puluhan ribu pesantren hingga membantu dalam memajukan pendidikan bidang keagamaan di Indonesia.
"Melihat sejarah itu, tidak pas jika mengolok-olok NU," tegas Sumantri.
PBNU menjadi sorotan adanya rencana terima usaha tambang sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 sejak Kamis, 30 Mei 2024.
PBNU juga menjadi ormas keagamaan yang mengajukan pertama kali terhadap izin usaha WIUPK.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot Tanjung menyampaikan PBNU mengajukan WIUPK berada di wilayah Kalimantan Timur.
Meski sampai saat ini Yuliot masih memproses dan mengevaluasi layangan ajuan dari PBNU.
Pengajuan tersebut sejak Presiden Jokowi memberikan karpet merah untuk ormas keagamaan mengurus usaha tambang dari Revisi PP Nomor 96 Tahun 2021.
"Setelah terpenuhi, IUPK akan diterbitkan 15 hari kemudian," pungkas Yuliot. (hap)
Load more