Yogyakarta, tvOnenews.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan arti tujuan umat Islam selalu merayakan Tahun Baru Hijriyah setiap tahunnya.
Ia menjelaskan umat Islam menyemarakkan Tahun Baru Hijriyah/Muharram 1446 H melalui aktivitas baik di komunitas hingga media sosial bukan hanya dijadikan sebagai syiar Islam.
"Semarak menyambut tahun baru hijrah dalam aktivitas di berbagai lingkup komunitas maupun melalui media sosial boleh meluas sebagai syiar keislaman," ujar Haedar dalam keterangan resminya dikutip tvOnenews.com, Sein (8/7/2024).
"Namun niscaya disertai memupuk kesadaran baru untuk maju di segala bidang kehidupan. Jadikan peringatan hijrah sebagai jalan bermuhasabah sekaligus memaknai sejarah hijrah untuk mengagendakan kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia," sambungnya.
Logo Muhammadiyah. (ANTARA)
Lanjut, Haedar memaparkan perayaan Tahun Baru Islam menjadi pengingat kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW dengan umat Muslim di tahun 622 Masehi.
Kala itu sejarah tahun hijriyah lahir berawal dari kisah Nabi Muhammad SAW bersama kaum Muslimin hijrah dari Makkah menuju Yasrib.
Menurutnya, kisah hijrah tersebut sebagai peristiwa paling bersejarah lantaran hijrah dilakukan Nabi Muhammad SAW dianggap dirinya sangat lelah.
"Hijrah bukan sekadar migrasi fisik. Hijrah fisik pun kala itu sangat berat karena Nabi bersama Abu Bakar berada dalam ancaman pembunuhan berencana kamu kafir Quraisy," jelasnya.
"Perjalanan darat Makkah Yasrib dengan transit di Quba beberapa hari pun sungguh melelahkan dalam lintasan waktu sangat panjang, hampir sebulan," lanjutnya.
Ia menceritakan hijrah tidak menggunakan fisik juga dianggap semakin berat melihat sejarah dimana risalah Nabi Muhammad SAW berada di jaziyah Arab.
Hijrah menjadi faktor penting terhadap perubahan keadaan bangsa Arab kala itu yang berada di kondisi masa jahiliyah.
Saat itu bangsa Arab memiliki tatanan sistem yang kacau balau di masa jahiliyah.
Ia pun menuturkan peradaban baru tercipta baik dengan cara berubah atau diubah demi mencerahkan semesta dari kondisi kekacauan sebelumnya.
Ini melihat peradaban baru paling cerah disinari berbagai nilai Ilahi di Kota al-Madinah al-Munawwarah yang dulunya sebagai simbol Yasrib.
Peradaban baru al-Madinah al-Munawwarah tercipta sebagai jazirah Arab tanda umat Islam langsung melakukan pergerakan demi membangun peradaban dunia paling indah dan damai.
Dari situlah, era kejayaan Islam lahir selama berabad-abad menunjukkan Islam merasakan puncak kebudayaannya paling tinggi.
Islam berjaya di berbagai aspek kehidupan yang dimana berhasil menguasai global dari bingkai bernama The Renaisance of Islam.
Secara otomatis Islam berada di depan saat menguasai global yang dimana melihatkan kawasan Barat dan bangsa lain semakin tertinggal.
"Berada jauh di belakang dunia Islam. Itulah Era Keemasan Islam dalam pancaran kosmopolitanisme Islam yang menyemesta," imbuhnya.
Ia mempercayai dengan adanya penyemarakkan Tahun Baru Hijriyah sebagai bukti umat Islam dunia dan Indonesia membuktikan berbagai kekuatannya bahwa umat Muslim bisa bangkit demi mencapai tujuan pergerakannya.
Terutama umat Islam seluruh dunia dan Indonesia ingin melakukan pergerakan dimana mereka ingin maju di segala bidang kehidupan.
Ini menjadi pembuktian umat Islam tidak merasa puas terhadap kekokohannya di bidang ibadah, akidah, serta akhlak sebagai bentuk mewujudkan nilai-nilai keislamannya.
"Kaum muslim dan dunia Islam wajib bergerak maju di seluruh ranah muamalah-keduniaan seperti ekonomi, politik, pendidikan, iptek, pengelolaan sumberdaya alam, dan kualitas sumberdaya manusia yang unggul," tuturnya.
Meski begitu, ia menyatakan berbagai bidang nilai-nilai keislaman tersebut sebagia bentuk dasar yang membedakan dari bangsa lainnya.
"Berakidah, beribadah, dan berakhlak justru menjadi fondasi, bingkai, dan kerangka nilai mendasar secara transformasional dalam bermuamalah dunyawiyah yang membedakan dengan pihak lain yang pandangan kehidupannya sekular, agnostik, dan ateistik," ungkapnya.
Maka, ia menyatakan kehadiran Tahun Baru 1446 Hijriyah sebagai bentuk umat Islam seluruh dunia dituntut membayar utang peradaban untuk mempunyai Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT).
Menurutnya, KHGT sangat membantu demi membentuk kekompakan seluruh umat Islam di dunia dalam menentukan hari-hari besar dan penting lainnya.
Misalnya KHGT menjadi acuan satu atau seluruh negara untuk mengetahui penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, termasuk 1 Muharram sendiri.
"Padahal di dunia luar Kalender Masehi atau Miladiah begitu pasti dan telah lama menjadi rujukan atau pegangan pasti umat manusia secara global," terang Ketum PP Muhammadiyah itu.
"Perlu ijtihad dan penafsiran baru atas hadis Nabi yang terkait dengan hukum alam dan peredaran benda-benda langit yang pasti sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih dan mengarah pada kepastian," tambahnya.
Ia mengambil dari makna kandungan termaktub dalam Al-Quran melalui Surah Al-Baqarah ayat 185 bahwasanya umat Islam menunjukkan kemajuan peradabannya dengan cara menghilangkan ketidakpastian dan senantiasa maju dari segi penentuan hari, bulan hingga tahun hijriyah.
"Umat Islam Indonesia masih harus mengejar kemajuan dari sejumlah ketertinggalan. Mayoritas secara jumlah tetapi masih tertinggal secara ekonomi, penguasaan iptek, pemanfaatan sumberdaya alam, dan sumberdaya insani umat. Umat Islam secara politik juga tidak sebanding posisinya dibanding kemayoritasannya," terangnya.
Maka dari itu, Haedar berpesan tidak boleh takabur dan menghindari kesibukan dalam melakukan berbagai urusan yang remeh dan hanya dijadikan pengurasan energi dianggap tak produktif dalam mencari peluang untuk kemajuan Islam.
"Jangan pulalah takabur diri dengan merasa umat Islam Indonesia terbaik dan menjadi role-model segala hal keislaman untuk diekspor ke dunia Islam secara berlebihan. Padahal berbagai kekurangan dan kelemahan tidak beranjak diperbaiki secara serius dan tersistem," tandasnya. (hap)
Load more