Jakarta, tvOnenews.com - Buya Yahya dalam sebuah ceramah pernah membagikan sejarah wafatnya cucu kesayangan Rasulullah, Sayyidina Husein atau Imam Husein, pada 10 Muharram di Karbala.
Siapakah Sayyidina Husein atau Imam Husein?
Sayyidina Husein atau Imam Husein adalah anak dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah.
Sayyidina Husein atau Imam Husein mati syahid di Karbala, Irak saat berusia sekitar 58 tahun pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 Hijriah atau 680 Masehi.
Itulah salah satu tragedi besar sejarah umat Islam yang bernama Perang Karbala.
“Beliau adalah orang yang sangat dicintai Rasulullah sehingga begitu cintanya Rasulullah Beliau pernah berdakwah,” kata Buya Yahya dalam ceramahnya yang dikutip tvOnenews dari kanal YouTube Al Bahjah-TV pada Rabu (17/7/2024).
Berikut perkataan Rasulullah tentang Sayyidina Husein atau Imam Husein.
“Ya Allah aku mencintai Husein dan cintailah orang yang mencintai Husein,”
“Mencintai Sayyidina Husein artinya mencintai Rasulullah,” kata Buya Yahya.
Peristiwa meninggalnya Sayyidina Husein atau Imam Husein kata Buya Yahya sudah diberitahukan Malaikat Jibril sejak awal kepada Nabi Muhammad SAW.
“Saat itu beliau sedang di rumah Ummu Salamah,” kata Buya Yahya.
Kemudian Rasulullah tertidur lalu terbangun.
Begitu berkali-kali hingga tiba-tiba Rasulullah menggenggam sebuah tanah merah.
“Rasulullah menciumi tanah tersebut, kemudian Ummu Salamah bertanya apa Ini Rasulullah?” ujar Buya Yahya.
Kemudian Rasulullah menjawab dengan linangan air mata.
“Sambil memberi isyarat kepada Sayyidina Husein, ini akan meninggal di bumi Irak dan ini debunya yang bercampur darah telah aku saksikan,” kata Buya Yahya saat menceritakan kisah sedih tersebut.
Buya Yahya menjelaskan bahwa awal mula tragedi tersebut adalah saat pemerintahan Yazid.
“Cerita ini bermula dari perpindahan kekuasaan, dari Muawiyah kepada Yazid,” tandas Buya Yahya.
Sebelumnya, Sayyidina Hasan, kakak dari Sayyidina Husein memberikan kekuasaannya kepada Muawiyah.
Hal itu demi menghindari pertumpahan darah.
“Imam Hasan dan Imam Husein adalah dua sosok yang berbeda. Akan tetapi tujuannya adalah sama-sama Mulia,” kata Buya Yahya.
Kata Buya Yahya hal itu bahkan pernah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW.
“Sayyidina Hasan inilah yang akan menyelamatkan dua kelompok. Bertikai sehingga dengan cucuku ini akan terhindar perpecahan darah,” ujar Buya Yahya.
Dan itulah yang dilakukan oleh Imam Hasan yakni menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah.
“Saat Muawiyah menerima kepemimpinan dari Imam Hasan. Berkata Muawiyah wahai Hasan, engkau adalah yang akan menjadi pemimpin setelahku nanti,” kata Buya Yahya.
“Sayyidina Hasan menjawab tidak kepemimpinan kepemimpinan tidak diberikan begitu saja. Akan tapi diambil dengan cara bermusyawarah,” sambung Buya Yahya.
Buya Yahya mengatakan bahwa hal itu dikatakan oleh Sayyidina Hasan karena beliau tidak tamak dengan kepemimpinan.
“Dan setelah itu di saat Muawiyah menjelang usia tuanya, kepemimpinan dipindahkan kepada Yazid. Disinilah awal perpecahan,” tandas Buya Yahya.
Kata Buya Yahya, para sahabat yang tersisa dan putra-putra sahabat Rasulullah SAW saat itu terpecah menjadi dua.
“Yang pertama ikut Imam Hasan yaitu menghindari perpecahan darah dan perpecahan,” kata Buya Yahya.
“Sehingga sebagian daripada sahabat Nabi SAW yang tersisa lebih baik diam dan ikut membaiat Yazid,” sambung Buya Yahya.
Hal ini dilakukan karena mereka sudah tahu bahwa Yazid adalah orang yang fasik.
“Yazid adalah pemabuk, Yazid adalah orang yang gemar mengumpulkan wanita cantik untuk menyanyi di sekitarnya,”
Bahkan kata Buya Yahya, Yazid tidak segan-segan memerintahkan algojonya untuk memenggal orang yang berbeda dengannya.
Oleh karena itu demi menghindari pertumpahan darah, akhirnya ada sebagian yang akhirnya memilih tetap membaiat Yazid.
“Karena menjaga ketentraman umat agar tidak terjadi perpecahan dan tidak terjadi pertumpahan darah saat itu,” jelas Buya Yahya.
Namun sebagian lagi lebih memilih untuk tidak ikut membaiat Yazid.
Hingga pada suatu ketika datang perintah dari Yazid yang saat itu berada di Syam.
Perintah Yazid itu disampaikan ke gubernur- gubernur yang ada di daerah-daerah, termasuk yang ada di kufah dan Madinah.
Perintah itu berisi bahwa semuanya harus segera membaiat Yazid.
Perintah itupun akhirnya sampai ke Sayyidina Husein, para ahlul bait dan pecinta Sayyidina Husein.
“Sehingga saat didatangi oleh pasukan, oleh petugas dari Walid Bin utbah Sayyidina Imam Husein meminta tempo tolong berikan waktu aku untuk berpikir,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein akhirnya merenung mengenai tindakan apa yang akan diambil.
“Kesempatan itu digunakan oleh Imam Husein bersama orang-orang yang mencintai beliau dari putra sahabat-sahabat Rasulullah dan ahlul bait untuk meninggalkan Madinah menuju Makkah,” jelas Buya Yahya.
Saat itu bulan Sya'ban tahun 60 Hijriah.
“Imam Husein bersama sahabat-sahabat atau pecinta pencinta beliau dari putra-putra sahabat Rasulullah pergilah ke Madinah ke Makkah," kata Buya Yahya.
Hingga pada bulan Dzulqa’dah, datanglah surat dari Kufah.
Membaca surat itu, cucu kesayangan Rasulullah itu pergi menuju Kufah.
Namun sebelum tiba di Kufah, saat di Karbala, cucu kesayangan Nabi itu dibunuh.
Itulah sejarah wafatnya Imam Husein yang dibagikan oleh Buya Yahya.
Agar mendapatkan pemahaman yang lebih dalam, disarankan bertanya langsung kepada ulama atau ahli agama Islam.
Wallahu’alam
(put)
Load more