tvOnenews.com - Wudhu mempunyai fungsi seabgai salah satu syarat shalat tetap sah.
Seorang Muslim tidak menyempatkan wudhu saat memaksakan shalat maka ibadahnya tak sah.
Namun, ada hal yang harus menjadi perhatian soal wudhu terkait sikap suami dan istri hendak melaksanakan shalat atau ibadah lainnya.
Beberapa orang meyebutkan bahwa wudhu tidak batal dan tubuhnya tetap suci jika suami-istri bersentuhan.
Sebaliknya, sebagian orang lainnya memberikan asumsi kalau suami-istri sengaja menyentuh tubuhnya masing-masing maka wudhu menjadi batal.
Ilustrasi seorang pria mengambil air wudhu. (Istimewa)
tvOnenews.com mengutip dari tayangan kanal YouTube Al-Bahjah TV, Sabtu (20/7/2024), Buya Yahya menerangkan mengenai hukum wudhu kepada jemaahnya saat ceramah.
Buya Yahya mengawali tentang amalan wudhu diambil dari Mazhab Imam Syafi'i.
Terutama pembahasan mengenai suami istri bersentuhan ketika mereka telah berwudhu.
Menurutnya, wudhu menjadi batal tidak hanya melihat dari persoalan status mereka.
Pendakwah itu menjelaskan bahwasanya hukum wudhu menjadi batal atau tidak mengacu dari hubungan mahram seseorang.
Hal ini menjadi penjelasan terkait perbedaan hukum yang membatalkan wudhu.
"Pembahasannya bukan membahas istrinya dulu, tapi mahram," ucap Buya Yahya.
Pria bernama KH. Yahya Zainul Ma'arif itu menegaskan tidak ada mahram yang melekat terhadap suami-istri.
Ia menyampaikan secara gamblang meski keduanya sudah sah bukan berarti sembarangan untuk berduaan.
Ia menyatakan istri belum menjadi mahram bagi seorang suami ketika berada di posisi mereka sudah berwudhu.
"Kalau pun dia sudah menjadi istri tetap saja itu bukan mahram. Cuman karena istri, dia anggap boleh berduaan," terangnya.
Sebaliknya, ia kembali menjelaskan kalau mempunyai hubungan mahram maka orang tersebut tidak bisa menikah dan resmi menjadi suami-istri.
"Jika membahas hubungan mahram, maka Anda tidak bisa menikah dengan istri Anda," tegasnya.
Pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al Bahjah, Cirebon itu menuturkan suami-istri tidak mempunyai mahram sejak mereka belum menikah.
Ia memberikan pernyataan tersebut karena mengacu dari pandangan syariat Agama Islam.
Kemudian, pendakwah itu kembali menegaskan meski kedua insan telah menikah tetap batal karena berawal mereka berstatus tak punya hubungan kedekatan, misalnya keluarga atau saudara.
"Istri Anda semula adalah orang luar, yang dia bukan mahram dan dia batal wudhu dengan Anda," tuturnya.
"Sampai Anda menikah dengan dia, tetap batal wudhu, karena hukumnya adalah bukan mahram," lanjutnya.
Sesuai dalil Al-Quran menjadi bagian penjelasan dari Surah Al-An'am ayat 7 tentang bersentuhan, Allah SWT berfirman:
وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتٰبًا فِيْ قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوْهُ بِاَيْدِيْهِمْ لَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ هٰذَآ اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Wa lau nazzalnaa ‘alaika kitaaban fii qirtaasin fa lamasuuhu bi'aidiihim laqaalal-laziina kafaruu in haazaa illaa sihrum mubiin.
Artinya: "Seandainya Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) kitab (berupa tulisan) pada kertas sehingga mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, pastilah orang-orang kafir itu mengatakan, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata." (QS. Al-An'am, 6:7)
Adapun hadits mengenai pembahasan tentang meraba sebagaimana kasus suami-istri bersentuhan ketika telah wudhu disahihkan Syaikh Syu'aib Al-Arnauth, Rasulullah SAW bersabda:
وَالْيَدُ زِنَاهَا اللَّمْسُ
Artinya: "Zinanya tangan adalah dengan meraba." (HR. Ahmad, 2:349)
Kemudian, Abdullah bin Umar RA menerangkan dalil soal laki-laki dianjurkan berwudhu ketika mencium istrinya, begini bunyinya:
قُبْلَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدِهِ مِنْ الْمُلَامَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ امْرَأَتَهُ أَوْ جَسَّهَا بِيَدِهِ فَعَلَيْهِ الْوُضُوءُ
Artinya: "Ciuman dan rabaan tangan laki-laki pada istrinya termasuk mulamasah. Barang siapa yang mencium istrinya atau merabanya, wajib baginya berwudhu." (HR. Imam Malik)
Lantas, bagaimana hukum wudhu saat menantu laki-laki bersentuhan dengan ibu mertua tidak batal?
Buya Yahya memaparkan menantu laki-laki mempunyai mahram terhadap ibu mertua.
Mengapa mereka bisa mempunyai mahram?
Menurutnya, hal itu berawal dari ikatan pernikahan dilakukan dengan cara hubungan kekeluargaan biasa dikenal mushaharah pernikahan.
"Mahram itu ada tiga. Satu, mahram nasab. Dua, mahram susuan. Ketiga mahram karena pernikahan," terangnya.
Lanjut, ia menyatakan menantu laki-laki dan ibu mertua tidak boleh menikah sebagaimana menunjukkan wudhu batal saat sentuh istri.
"Anda dengan istri batal wudhu, tapi dengan mertua tidak. Karena apa, Anda tidak boleh menikah dengan mertua Anda sampai kapanpun," ungkapnya.
Ia menyebut mahram melalui musharah pernikahan masih berfungsi terhadap keluarga lain dari istri.
"Saya ingatkan mertua masih mertua, mahram selamanya. Siapa lagi? Ke atasnya juga, ibunya mertua namanya nenek istri, mahram. Sampai terus ke atasnya (mahram)," tandasnya.
Kesimpulan: Suami-istri bersentuhan sebelum shalat dan ibadah lain menyebabkan wudhu menjadi batal karena tidak terikat dengan mahram.
Wallahu A'lam Bishawab.
(hap)
Load more