Wabtalul-yatāmā ḥattā iżā balagun-nikāḥ(a), fa in ānastum minhum rusydan fadfa‘ū ilaihim amwālahum, wa lā ta'kulūhā isrāfaw wa bidāran ay yakbarū, wa man kāna ganiyyan falyasta‘fif, wa man kāna faqīran falya'kul bil-ma‘rūf(i), fa iżā dafa‘tum ilaihim amwālahum fa asyhidū ‘alaihim, wa kafā billāhi ḥasībā(n).
Artinya: "Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas."
Sementara untuk tafsirnya, disampaikan juga oleh Kemenag, kalau Allah SWT memerintahkan agar para wali dari anak yatim bisa menguji anaknya dalam perihal pengelolaan harta.
"Berikutnya Allah memerintahkan agar para wali menguji terlebih dahulu kematangan berpikir, kecerdasan, dan kemampuan mereka mengelola harta sebelum menyerahkannya," keterangan dalam laman Qur'an Kemenag
Load more