Jakarta, tvOnenews.com-- Pada Surah An-Nisa ayat 22 ini akan dibahas bagaimana etika atau adab seorang anak terhadap ibu tirinya.
Hal dijelaskan oleh Allah SWT agar memahami, apa batasan anak laki-laki terhadap ibu tirinya.
Batasan soal pernikahan apa yang boleh dilakukan dan tidak, agar tak melakukan seperti jaman jahiliah, nauzubillah.
Berikut bunyi ayat 22 dari Surah An-Nisa, dikuti dari Qur'an Kementerian Agama (Kemenag):
وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Wa lā tankiḥū mā nakaḥa ābā'ukum minan-nisā'i illā mā qad salaf(a), innahū kāna fāḥisyataw wa maqtā(n), wa sā'a sabīlā(n).
Artinya: "Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)."
Dalam tafsirnya Kemenag, disampaikan: setelah menjelaskan etika pergaulan suami istri dalam berumah tangga, maka pada ayat ini Allah menjelaskan etika seseorang terhadap ibu tirinya setelah ayahnya wafat.
Dan janganlah kamu melakukan kebiasaan buruk sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jahiliah, yaitu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu baik ayah kandung maupun orang tua dari ayah atau ibu, kecuali kebiasaan tersebut dilakukan pada masa yang telah lampau ketika kamu masih dalam keadaan Jahiliah dan belum datang larangan tentang keharamannya.
Setelah datangnya larangan itu, tindakan tersebut harus dihentikan. Sungguh, perbuatan menikahi istri-istri ayah (ibu tiri) itu merupakan tindakan buruk, sangat keji, dan dibenci oleh Allah. Dan pernikahan yang sangat tercela seperti itu merupakan seburuk-buruk jalan yang ditempuh untuk menyalurkan hasrat biologis. "Apakah pantas bagi orang yang berakal sehat menikahi istri ayahnya setelah sang ayah wafat, padahal ia seperti ibu kandungnya sendiri?," bunyi pernyataan terakhir tafsir. (Klw).
Waallahualam
Load more