tvOnenews.com - Ketika seseorang membutuhkan uang seperti untuk usaha atau sekedar memenuhi kebutuhan hidup, banyak orang yang memutuskan untuk kredit di bank.
Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan dengan berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan nasabah.
Meski melakukan kredit secara terpaksa, apakah dalam ajaran Islam juga termasuk dengan Riba?
Seperti apa penjelasan Syekh Ali Jaber mengenai hal tersebut? Simak informasinya berikut ini.
Kredit mewajibkan bagi pihak peminjam untuk segera melunasi utang setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sementara itu, bunga bank dapat dikategorikan sebagai riba dalam hukum Islam.
Dilansir tvOnenews.com dari tayangan di kanal youtube Pintu Santri, Syekh Ali Jaber mendapatkan sebuah pertanyaan dari seorang jamaah.
"Boleh tidak saya ambil kredit rumah lewat bank syariah, saya PNS dan sudah mau pensiun. Selama ini saya membiayai anak sekolah dan kuliah dari pinjaman bank. Saya tahu itu riba, tapi saya minta sama Allah, 'Ya Allah jika engkau ridha, mudahkanlah. Dan alhamdulillah, anak saya sudah selesai sekolah, tapi saya belum punya rumah. Bagaimana solusinya?," ujar salah seorang jamaah bertanya.
Syekh Ali Jaber. (Ist)
Berkaitan dengan hal tersebut, Syekh Ali Jaber menjawab bahwa sesungguhnya manusia sebagai hamba Allah belum dapat memenuhi kehambaan kepada Allah.
"Para Nabi dan Rasul memohon kepada Allah menjadi hamba Allah. Para Nabi dan Rasul membuktikan kehambaannya kepada Allah. Kalau kata hamba Allah, bapak ibu, berarti kita benar-benar sudah sami'na wa atho'na," jawab Syekh Ali Jaber.
Menurutnya bila ingin benar-benar menjadi hamba Allah, maka harus bersyukur atas segala nikmat dari Allah, tak lupa dengan kesabaran atas segala ujian yang diberikan.
"Tapi mohon maaf kita belum bisa menjadi hamba Allah yang sebenar-benarnya. Karena kita membuktikan diri sebagai hamba Allah belum terwujud," kata Syekh Ali Jaber.
"Dalam melengkapi kebutuhan sehari-hari, banyak umat Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari riba. Dan banyak yang belum sadar bahwa sumber permasalahan diri kita, sebabnya riba," sambungnya.
Punya rumah sudah hasil riba, beli mobil hasil riba, punya usaha biarpun kecil, lewat riba.
QS At-Thalaq ayat 2-3
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ } }
Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
QS At-Thalaq ayat 4
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Menurut Syekh Ali Jaber, salah satu kemudahan yang dibolehkan oleh ulama bagi bank, boleh melakukan hal tersebut dengan sistem Islami dengan disertai syarat, termasuk bank syariah.
"Apabila ada keterlambatan dalam membayar atau melunasi tagihan jika terkena denda, atau istilah lain, bunga, walaupun itu bank syariah, hukumnya tetap riba," jelas Syekh Ali Jaber.
Bank menamakan bunga berarti hanya menutupi kata riba. Seolah-olah dengan merubah riba menjadi bunga barangkali dapat merubah hukumnya.
Meskipun demikian, yang namanya riba tetaplah riba, walau berganti nama dengan yang menarik perhatian atau lebih bagus.
“Saya ingatkan, kalau anda mendapat syarat dalam transaksi pinjaman lewat bank syariah akan terkena denda saat anda telat membayarnya itu sudah termasuk riba, dan anda tidak boleh melanjutkan itu,” tegas Syekh Ali Jaber.
"Jika kondisi tersebut sudah berlalu, maka tidak usah dibahas. Mungkin kita belum banyak tahu tentang hukum, sebab, alasan dan atau dalam kondisi lemah iman. Dengan taubatan nasuha, maka insya Allah akan diampuni," pungkasnya. (udn/kmr)
Load more