Sementara ulama lain memaknai perempuan dalam hadis ini sebagai salah seorang istri dari pria yang melakukan poligami.
Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Bar.
Perbedaan pandangan ini kemudian diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Jami’ At-Tirmidzi berikut ini:
قال النووي معنى هذا الحديث نهي المرأة الأجنبية أن تسأل رجلا طلاق زوجته ليطلقها ويتزوج بها انتهى وحمل بن عبد البر الأخت هنا على الضرة فقال فيه من الفقه إنه لا ينبغي أن تسأل المرأة زوجها أن يطلق ضرتها لتنفرد به انتهى قال الحافظ وهذا يمكن في الرواية التي وقعت بلفظ لا تسأل المرأة طلاق أختها وأما الرواية التي فيها لفظ الشرط (يعني بلفظ لَا يَصْلُحُ لِامْرَأَةٍ أَنْ تَشْتَرِطَ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِىءَ إِنَاءَهَا) فظاهر أنها في الأجنبية ويؤيده قوله فيها ولتنكح أي ولتتزوج الزوج المذكور من غير أن تشترط أن يطلق التي قبلها انتهى
Artinya: Imam An-Nawawi berkata makna hadits ini adalah larangan bagi seorang perempuan (pihak ketiga) untuk meminta seorang lelaki menceraikan istrinya agar lelaki itu menalak istrinya dan menikahi perempuan pihak ketiga ini. Ibnu Abdil Bar memaknai kata "saudaranya" sebagai istri madu suaminya. Menurutnya, ini bagian dari fiqih di mana seorang perempuan tidak boleh meminta suaminya untuk menceraikan istri selain dirinya agar hanya ia seorang diri yang menjadi istri suaminya. Kata Al-Hafiz, makna ini mungkin lahir dari riwayat dengan redaksi, "Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya". Sedangkan riwayat yang memakai redaksi syarat, yaitu dengan ungkapan "Seorang perempuan tidak sepatutnya mensyaratkan perceraian saudaranya untuk membalik tumpah isi nampannya," Jelas bahwa perempuan di sini adalah perempuan yang menjadi pihak ketiga. Pengertian ini diperkuat dengan redaksi, "agar ia (pihak ketiga) dapat menikah", yaitu menikah dengan dengan suami saudaranya itu tanpa mensyaratkan lelaki tersebut menceraikan istri-istri sebelum dirinya (M Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi, [Beirut: Darul Fikr, tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 369).
Itulah beberapa hadis tentang selingkuh.
Dari berbagai keterangan tersebut, apapun tujuan dan alasannya, jelas agama Islam mengharamkan upaya pihak ketiga merebut pasangan orang lain.
Load more