Jakarta, tvOnenews.com--Sebelum menunaikan shalat sebagai umat muslim sudah seharusnya wudhu.
Seiring bertambahnya usia, saat masa anak-anak sering melihat kalau wudhu dimasukkan ke dalam gayung atau ember tangannya.
Tangkapan layar YouTube
Hal ini pun mungkin dianggap lumrah atau wajar bagi sebagian orang.
Sebab penggunaan ember atau gayung di Indonesia sudah jadi hal biasa.
Sehingga gayung saat wudhu, jadi hal yang sering digunakan untuk wudhu sebelum melaksanakan ibadah shalat.
Namun, memasukkan wudhu dengan cara memasukkan tangan ke dalam gayung berisi air adalah cara yang benar?
Hal ini akan dijelaskan Buya Yahya dalam ceramahnya diYoutube Al Bahjah Tv, dikutip Sabtu (24/8/2024).
Menurut Buya Yahya banyak kesalahpahaman mengenai wudhu menggunakan gayung.
Ada pandangan ketika berwudhu, air tersentuh tangan langsung menjadi tidak suci lagi.
Ada pula pandangan bahwa ketika air wudhu tersentuh tangan, menjadi air musta'mal yakni yang sudah digunakan untuk membasuh bagian tubuh yang wajib disucikan.
Jik air menjadi musta'mal maka air tersebut tidak bisa digunakan untuk bersuci.
"Contoh, ada gayung, panci kecil, ada air yang digunakan untuk berwudhu. Lalu, Anda ciduk pakai tangan Anda. Itu nggak musta'mal, jadi jangan ragu masalah ini," kata Buya Yahya menjelaskan.
Ia menjelaskan, air yang menjadi musta'mal adalah air jatuh dari bagian yang disucikan.Misalnya, tangan menciduk air dari dalam gayung untuk menyucikan wajah, maka air musta'mal adalah air yang menetes dari wajah.
Sehingga kata Buya Yahya air di dalam gayung yang tersentuh tangan tadi masih dianggap suci dan bisa digunakan untuk berwudhu.
"Kalau Anda niat mandi besar, kan anggota yang harus dibasuh dalam mandi besar seluruh tubuh, kalau ada air sedikit Anda sentuh aduk-aduk nggak masalah. Tapi air ini akan menjadi musta'mal, jika waktu mau mandi besar, niat mandi besar sambil masukan jemari lalu diangkat, itu mustamal. Kenapa? Karena sudah digunakan untuk menyucikan tangan," kata Buya Yahya menjelaskan.
Hal ini sebagaimana, dalam pandangan banyak ulama, terutama Syafi’iyah, ia tak bisa dipakai lagi untuk menyucikan anggota wudhu lainnya. Imam Nawawi berkata:
وَلَوْ غَمَسَ الْمُتَوَضِّئُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ الْفَرَاغِ مِنْ غَسْلِ الْوَجْهِ، لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا. وَإِنْ غَمَسَهَا بَعْدَ فَرَاغِهِ مِنَ الْوَجْهِ بِنِيَّةِ رَفْعِ الْحَدَثِ، صَارَ مُسْتَعْمَلًا. وَإِنْ نَوَى الِاغْتِرَافَ، لَمْ يَصِرْ،
“Apabila seseorang mencelupkan tangannya ke dalam wadah air sebelum ia selesai dari membasuh muka maka airnya tidak menjadi musta’mal.. Apabila ia mencelupkan tangannya setelah selesai membasuh muka dengan niatan untuk menghilangkan hadas tangan maka airnya menjadi musta’mal. Apabila ia berniat ightirâf maka tidak menjadi musta’mal.” (an-Nawawi, Raudlat al-Thâlibîn, juz I, halaman 9). (Klw)
Waallahualam
Load more