tvOnenews.com - Di masyarakat Indonesia, tahlilan merupakan tradisi yang lazim dilaksanakan ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Acara ini biasanya diisi dengan doa bersama, dzikir, serta tausiyah yang dihadiri oleh keluarga dan tetangga.
Meski demikian, tak jarang tahlilan menuai kontroversi, dengan sebagian orang menganggapnya sebagai bid'ah.
Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai tahlilan?
Apakah benar praktik ini termasuk bid'ah, atau justru memiliki landasan yang dibenarkan dalam syariat?
Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, memberikan pandangannya terkait tudingan bahwa tahlilan adalah bid'ah.
Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube Al Bahjah TV, Buya Yahya menegaskan bahwa tidak semua hal yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW otomatis dianggap sebagai bid'ah.
Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan ajaran agama.
Makna Bid'ah dan Syariat dalam Islam
Bid'ah secara umum diartikan sebagai inovasi dalam urusan agama yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut pandangan ulama, bid'ah dapat terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah dhalalah (bid'ah yang sesat).
Perbedaan ini didasarkan pada tujuan dan isi dari praktik tersebut.
Buya Yahya menjelaskan bahwa syariat Islam tidak terbatas pada apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
"Syariat itu tidak hanya yang dilakukan Nabi. Agama tidak hanya yang dilakukan Nabi," jelas Buya Yahya.
Ini berarti bahwa meskipun Nabi tidak melakukan tahlilan secara spesifik, bukan berarti praktik ini langsung dianggap sebagai bid'ah yang sesat.
Apa yang Biasanya Dilakukan dalam acara Tahlilan?
Menurut Buya Yahya, penting untuk melihat apa yang dilakukan dalam tahlilan sebelum memberikan label bid'ah atau haram.
Dalam tahlilan, biasanya terdapat dzikir bersama, tausiyah, dan doa untuk almarhum.
Nabi Muhammad SAW sendiri menganjurkan umatnya untuk rajin berdzikir, berdoa, dan bersedekah, selama dilakukan dengan cara yang benar dan beradab.
"Meskipun Nabi tidak melakukan tahlilan, tapi apa yang dilakukan dalam tahlilan itu tidak bertentangan dengan ajaran Nabi," tegas Buya Yahya.
Dalam tahlilan, ada amalan-amalan yang dianjurkan seperti dzikir, doa, dan tausiyah, yang semuanya memiliki landasan dalam ajaran Islam.
Buya Yahya menambahkan, "Kalau di dalam tahlilan itu ada sedekah, kemudian berdoa, kemudian kamu dipertemukan saudara agar tidak berantem, kemudian ada tausiyah di dalamnya, mana yang haram?"
Dalam memahami bid'ah, penting untuk merujuk pada pendapat para ulama. Imam Syafi'i, salah satu ulama besar dalam Islam, pernah berkata:
"Bid'ah terbagi menjadi dua; bid'ah yang sesuai dengan Al-Qur'an, Sunnah, ijma' ulama, atau atsar, maka itu bid'ah hasanah (baik). Sedangkan bid'ah yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, maka itu bid'ah dhalalah (sesat)." (Imam Syafi'i dalam kitab Al-Baihaqi, Manaqib Asy-Syafi'i).
Pendapat ini memberikan pemahaman bahwa tidak semua inovasi dalam agama adalah sesat, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Islam.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Buya Yahya yang tidak langsung menghukumi tahlilan sebagai bid'ah dhalalah, melainkan melihat substansi dari praktik tersebut.
Tahlilan sebagai sebuah tradisi memiliki elemen-elemen yang dianjurkan dalam Islam seperti dzikir, doa, dan sedekah.
Meskipun tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW secara spesifik, hal ini tidak serta merta menjadikan tahlilan sebagai bid'ah yang sesat.
Seperti yang dijelaskan oleh Buya Yahya, penting untuk memahami bahwa syariat Islam tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh Nabi, tetapi juga mencakup hal-hal yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar agama.
Dengan demikian, tahlilan tidak dapat langsung dihukumi sebagai bid'ah yang sesat selama praktik tersebut sesuai dengan ajaran Islam yang benar. (udn)
Load more