Jakarta, tvOnenews.com-- Peran orang tua dalam proses tumbuh kembang anak sangatlah berpengaruh pada kondisi dan perkembangan otak, simak penjelasan dr Aisah Dahlan.
Mengajarkan anak dalam pendidikan dan agama ialah kewajiban setiap orang tua.
Dalam perspektif Islam, orang tua, khususnya Ibu diwajibkan mendidik anak secara baik dan sesuai syariat.
Dengan harapan menjadikan anak generasi baik pula.
Pada praktiknya, sebagai orang tua tak jarang kita temui saat mengajarkan anak lebih suka dengan nada tinggi bahkan marah-marah.
Secara umum orang tua marah-marah dinilai anak sebagai tanda tidak disayang.
Lantas, apakah dengan mendidik anak dengan cara marah atau kurang baik (beri contoh) bisa merusak otak? berikut penjelasan wanita yang akrab disapa Aisah Dahlan.
dok.tangkapan layar Youtube
Pertanyaan di atas disampaikan oleh Artis Nikita Willy dalam podcastnya bersama Aisah Dahlan dikenal sebagai Neuroparenting Skill.
Mendengarkan obrolan mereka dalam YouTube Nikita Willy, dijelaskan dr Aisah Dahlan bagaimana cara kerja otak anak seperti apa?.
Kalau bahasa medisnya Neuron yang jumlahnya miliaran.
Sehihingga setiap arahan atau perintah orang tua terhadap anak akan direkam baik oleh otak. Baik itu momen bernilai negatif ataupun positif.
dok.ilustrasi anak dan ibu/freepik
"Cara kerja memori gini jadi di otak manusia keseluruhan ada namanya sel otak. Kita kalau bahasa medisnya sering namanya neuron makanya jumlahnya banyak sekali 100 miliar kurang lebih," ujar Aisah Dahlan dikutip, Senin (23/9/2024).
"1 neoron ibarat 1 laptop atau komputer yang isinya banyak dengan cabang atau bagian. Ini 1 neuronnya kalau tadi dikasih masih masukan pelajaran arahan atau contoh itu terekam," sambungnya.
Dengan begitu, wanita yang.dikenal sebagai Ustazah ini, menjelaskan kalau daya ingat anak juga menyesuaikan, bagaimana itensitas atau berapa lama momen, peristiwa itu dan rasanya.
Otak cenderung lebih menyimpan rasa (momen) yang terlalu, terlalu cantik, terlalu sedih, terlalu senang, terlalu sakit mungkin karena jatuh atau sesuatu hal, terlalu marah,dan sebagainya.
Sehingga memori yang ada akan mempengaruhi otak anak. Seiring semakin kuat daya ingat dari yang ia rasakan dan alami.
"Pada saat kita memberikan kalau kita mau ngajarin pasti kita ingin yang baik gitu ya, tapi anak di sisi lain menangkap sebuah peristiwa yang peristiwa itu negatif. kalau diulang ulang maka sambungannya itu kayak kabelnya berulang-ulang semakin kuat ingatannya memorinya," ungkap Aisah Dahlan menjelaskan.
"Yang nanti membedakan waktu sambungan otak ini kayak ada lemnya, kurang lebih 100 jenis memori atau peristiwa ditangkap itu positif maka jenis lemnya lem positif. Sebaliknya kalau peristiwa negatif akan mengeluarkan lem negatif pula," terang Ustazah itu.
Sehubungan dengan ini, apakah marah-marah akan merusak otak anak? ini belum dijelaskan lebih lanjut dr Aisah Dahlan.
Melansir dari Medium, ternyata banyak faktor yang mampu mempengaruhi otak anak bahkan merusaknya.
Dengan begitu, sebagai orang tua diminta untuk tetap berhati-hati dan memantau perkembangan anak-anaknya.
Seperti meminimalkan waktu layar, mendorong aktivitas fisik, mempromosikan nutrisi sehat, memprioritaskan tidur yang cukup, dan mengurangi stres, orang tua dapat mendukung perkembangan otak yang optimal dan meletakkan dasar bagi kesuksesan dan kesejahteraan anak di masa depan.
Apabila dikaitkan dengan sikap orang tua yang hobi marah-marah atau mendidik anak dengan cara kurang baik. Tentu peluang besar anak mengalami stres ada.
Ketika anak sudah stres maka akan ada tingkatannya, kalau anak stres kronis atau berkepanjangan dapat memiliki efek merusak pada perkembangan otak.
Perhatikan pada anak-anak yang terpapar stres kronis mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi, mengendalikan impuls, dan interaksi sosial.
Selain itu, paparan berulang terhadap lingkungan yang penuh tekanan dapat mengubah struktur otak dan meningkatkan risiko kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya di kemudian hari. (Klw).
Waallahualam
Load more