Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar membuka Mudzakarah Perhajian 2024 di Bandung, Jawa Barat pada Kamis (7/11/2024).
"Saya berharap melalui mudzakarah ini kita dapat menghasilkan sesuatu kebijakan yang memberikan kemudahan dan meringankan bagi umat," ujar Menag Nasaruddin saat membuka kegiatan yang berlangsung di Institut Agama Islam Persatuan Islam (IAI Persis).
Menag kemudian menukil sebuah kaidah yang menyatakan jika akan melakukan tindakan untuk rakyat haruslah didasari untuk kemaslahatan.
"Jangan justru sebaliknya, pembicaraan tentang rakyat melahirkan mudharat untuk rakyat,” pesan Menag.
“Harus menghasilkan yang dapat meringankan masyarakat bukan sebaliknya," sambung Menag.
Pembukaan forum itu dihadiri juga oleh Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang, Wakil Badan Penyelenggara Haji (BPH) Dahnil Anhar Simanjuntak, Ketua BPKH Fadhlul Imansyah, dan Dirjen PHU Hilman Latief.
Dalam pidatonya, Menag mengingatkan ada tiga isu krusial yang menjadi pokok bahasan.
Tiga isu krusial itu menurut Menag adalah skema murur, tanazul, dan respon hasil Ijtima MUI soal nilai manfaat dana haji.
Skema murur secara sistematis kali pertama diterapkan pada penyelenggaraan Haji 2024 lalu.
Terobosan skema murur terbukti berhasil mempercepat proses mobilisasi jemaah dari Muzdalifah ke Mina.
Kebijakan skema murur ini mendapatkan apresiasi dan akan diterapkan kembali di tahun depan.
Oleh karenanya, kata Menag, sebelum penyelenggaraan haji 2025, perlu ada pandangan para ahli fikih agar skema murur semakin matang.
"Masalah murur, kami membutuhkan legitimasi para ahli dan ulama," tandas Menag.
Sementara terkait skema Tanazul, Menag menjelaskan bahwa kebijakan ini dalam rangka mengurangi kepadatan jemaah haji saat mabit (menginap) di tenda Mina.
Konsep dari tanazul adalah jemaah yang tinggal di hotel dekat area jamarat nantinya akan kembali ke hotel.
Jemaah haji yang ikut tanazul artinya tidak akan menempati tenda di Mina.
Maka dengan ini, jumlah jemaah yang ada di tenda di Mina otomatis akan berkurang.
Namun konsep tanazul ini kata Menag haruslah dibicarakan lebih rinci.
"Itu akan kita bicarakan secara detail," jelas Menag.
Kemudian kata Menag, satu hal lagi yang menjadi perhatian Menag untuk dibahas dalam Mudzakarah Perhajian adalah terkait dengan Ijtima Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima Ulama/VIII/2024.
Ijtima Komisi Fatwa MUI itu mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain.
Maka dengan adanya forum Mudzakarah ini, Menag berharap akan ada titik temu dengan memperhitungkan dan pertimbangkan apa dampaknya.
“Apa maslahatnya. Apa akibatnya kalau kita tidak komprehensif mempertimbangkan banyak hal. Tiba-tiba mengharamkan sesuatu atau menghalalkan sesuatu," tegas Menag.
Menurut Menag, langkah BPKH selama ini sudah sesuai jalur yakni memberikan subsidi agar jemaah haji tidak merasa berat saat melakukan pelunasan.
Menag kemudian mencontohkan pada 2024 dimana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp93 juta.
Dengan adanya subsidi itu, maka untuk dapat berangkat haji, jemaah hanya perlu membayar rata-rata Rp56 juta per orang.
Selisih dari angka tersebutlah yang kata Menag selama ini diambil dari Nilai Manfaat yang dikelola BPKH.
"Apa jadinya kalau ternyata nilai manfaat dianggap haram?” kata Menag.
“Jemaah harus membayar utuh, tentu ini dapat memberatkan. Jadi, mari kita melihat ini semua dengan lebih komprehensif," sambung Menag. (put)
Load more