tvOnenews.com - Pemain keturunan Timnas Indonesia, Kevin Diks resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) berkat memiliki marga Bakarbessy.
Kevin Diks yang akan membela Timnas Indonesia telah mengucap sumpah WNI bersama dua calon pemain keturunan Timnas Putri Indonesia, Noa Leatomu dan Estella Loupatty di KBRI Copenhagen, Denmark pada Jumat (8/11/2024).
Kevin Diks kini telah menyibukkan proses perpindahan statusnya menjadi pemain sepak bola dinaungi PSSI dari KNVB. Pemberkasan ini menjadi syarat agar cepat memperkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Namun, Kevin Diks diprediksi belum bisa dipilih oleh Shin Tae-yong saat Timnas Indonesia yang akan melawan Jepang pada Jumat (15/11/2024).
Meski begitu, kehadiran Kevin Diks bisa menjadi kekuatan baru bagi Garuda. Apalagi memiliki keturunan Maluku Tengah asal keluarga dan ibunya, Natasja Diks-Bakarbessy yang berlatar belakang dari marga Bakarbessy.
Marga Bakarbessy menjadi etnis di Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah yang memiliki segudang sejarah antara agama dan Belanda.
Asal-usul marga Bakarbessy tidak lepas dari sejarah penyebaran agama di Negeri Waai.
Merujuk Pusat Studi Maluku Universitas Pattimura Ambon 2012 mengisahkan "Sejarah Negeri Waai dan Lumatau" dari karyaa Maria Palijama dan Seleky.
Sejarah Negeri Waai berhubungan dengan kisah yang terdapat di area Gunung Salahutu. Leluhur pertama warga Waai diduga berasal dari Seram.
Kependudukan tersebut berawal dari Seram dan Jawa Timur, tepatnya didominasi oleh warga daerah Tuban. Perpindahan ini terjadi saat mereka beranjak menuju pesisir timur Pulau Ambon.
Warga Waai mendaki area Gunung Salahutu setelah tiba di pesisir timur. Kebetulan area ini masih belum memiliki penduduk dan tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Warga Waai akhirnya memutuskan pembuatan pusat kehidupan di mana mereka bikin pemukiman di pegunungan Salahutu.
Pada abad ke-17, orang-orang Belanda berhijrah ke Gunung Salahutu. Kehadiran mereka menuntaskan misi zending atau penyebaran ajaran Kristenisasi.
Salah satu pendeta asal Belanda dari negeri Rumahtiga, Pendeta Hoeden Horen atau Pendeta van Horen datang menuju Gunung Salahutu ditemani oleh dua pembantunya.
Kehadiran Pendeta van Horen menjadi tanda pertama penyebaran nilai-nilai termaktub dalam kitab Injil. Ia menjalankan tugasnya di pegunungan Salahutu.
Sang pendeta bersama dua pembantunya memberikan tuntunan warga yang tinggal di pegunungan tersebut. Para penghuni ddiharapkan untuk berdiam diri.
Di tepi pantai, warga yang berdiam diri agar bisa memenuhi segala permintaannya, terutama mendapatkan hak kebutuhannya.
Saat proses musyawarah, Negeri Nani dipililh menjadi tempat menciptakan keputusan migrasi. Mereka berupaya mencari tempat pemukiman baru.
Meski demikian, ada kegagalan menjadi kenyataan pahit bagi mereka untuk mendapatkan tempat tinggal baru. Targetnya mengalami banjir dan harus mencari cara lain untuk tetap hidup.
Johanis Tuhalauruw akhirnya menggantikan posisi Sultan Nuhurela. Pengalihan ini terjadi saat Johanis coba menancapkan tombak pusaka dan kiming (kelopak kering bunga kelapa) di daratan itu.
Dari pelemparan tombak pusaka dan kiming dapat memunculkan perbukitan karang, meski jumlahnya sedikit.
Hasil keputusan musyawarah dari raja kampung negeri Nani, Moyang Barnadus sukses mendapatkan tahta kepemimpinan di negeri baru.
Pada akhirnya memunculkan nama Waai di mana mengandung makna sungai besar menghempit Negeri Waai di Gunung Salahutu.
Di tepi pantai ini melahirkan empat marga keluarga, antara lain Tahitu, Lumasina, Matapere, dan Bakarbessy.
Marga Matapere dinobatkan pemimpin Barnadus. Kelompok ini diharapkan harus berhadapan dengan orang-orang Belanda meski gagal melakukan perannya.
Marga Bakarbessy akhirnya mengambil alih peran raja pasca Barnadus tidak kuasa menghadapi Belanda.
(hap)
Load more