tvOnenews.com - Buya Yahya menyampaikan dengan tegas bagaimana hukum tidak memilih alias golput pada saat momen pemilihan seperti pilkada atau pun pemilu dan lain sebagainya.
Sebagaimana diketahui, pada 27 November 2024 mendatang, Indonesia akan melakukan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Ketika momen seperti pemilihan seperti pemilu atau pilkada tak jarang masyarakat memilih golput atau tidak memilih.
Hal ini bisa dikarenakan memang tidak ada pilihan yang dirasa tidak cocok dengan dirinya atau memang bingung dalam menetapkan pilihan.
Lalu bagaimanakah hukumnya dalam ajaran Islam?
"Apakah hukumnya golput?," tanya salah satu jamaah kepada Buya Yahya dalam kajiannya.
Golput atau tidak memilih dalam suatu pemilu atau pilkada atau musyawarah yang menentukan pemimpin adalah hal yang memang memerlukan pertimbangan syar'i.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat berikut ini.
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa: 58)
Selain ayat di atas, seorang Muslim juga dilarang memberikan amanah kepada yang bukan ahlinya.
Rasulullah SAW bersabda,
"Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (Hadis Riwayat Bukhari, no. 6496)
Maka hal Ini menunjukkan pentingnya memilih pemimpin yang layak agar amanah kepemimpinan tidak jatuh ke tangan orang yang salah.
Maka bagaimana jika ada seorang Muslim golput saat pilkada?
Maka dengan tegas Buya Yahya menjawab bahwa golput itu berlaku jika memang sudah tidak ada pilihan yang bisa dipilih.
Akan tetapi menurut Buya Yahya di dalam ijtihad, seorang Muslim harus sudah berkomunikasi dengan para ulama atau guru.
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang kepada seorang ulama atau ahli hukum Islam (mujtahid) untuk menggali, memahami, dan menetapkan hukum syariat Islam terhadap suatu permasalahan yang tidak memiliki penjelasan tegas dalam Al-Qur'an dan hadis.
Ijtihad menjadi penting karena Islam adalah agama yang dinamis dan selalu relevan dengan perkembangan zaman.
Dengan ijtihad maka diharapkan hukum Islam dapat diterapkan dalam berbagai situasi baru tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang ada dalam Al-Qur'an dan hadis.
Maka jika seorang Muslim sudah melakukan ijtihad dan memang ada satu pilihan, maka kata Buya Yahya wajib pilih alias tidak golput.
"Tapi kalau memang mentok, Anda golput berlaku. Tapi golputnya bukan golput ikut-ikutan," tegas Buya Yahya.
"Golput dari buah hasil upaya ijtihad," imbuh pimpinan pondok pesantren Al-Bahjah itu.
Sosok yang bernama lengkap Prof. KH.Yahya Zainul Ma'arif itu kemudian menambahkan jika golput itu sama halnya dengan orang sakit yang tidak bisa datang, dan dia tidak nyoblos.
Akan tetapi bedanya orang sakit itu termasuk udzur karena suatu kondisi yang memang tidak memungkinkan.
Namun jika ingin golput harus merupakan buah dari ijtihad yang dihasilkan dari bertanya pada guru atau informasi yang dikumpulkan dari hasil diskusi.
"Diskusi dengan teman yang baik, bukan yang suka mencaci-maki, mengolok dan menjelek-jelekkan, maka itu ada komunikasi. Jika sudah ada yang menonjol ya Anda pilih," saran Buya Yahya.
Namun jika sudah menjelang pemilihan nyatanya masih mentok dan bingung, maka menurut Buya Yahya itu kehendak Allah SWT dimana Anda belum dibolehkan untuk memilih seorang pemimpin.
"Tapi yang gak boleh adalah mengimbau untuk tidak memilih. Harus dipilih kalau memang masih bisa dipilih. Itu harus, selagi masih bisa dipilih, harus dipilih," ujar Buya Yahya.
Buya Yahya kemudian mengingatkan bahwa memang tidak ada manusia yang sempurna.
Maka jika memang dihadapkan dengan plihan, Buya Yahya menyarankan untuk membandingkan.
Jika ada seorang yang baik, pasti akan ada yang lebih baik diatasnya.
Namun jika semua dirasa jelek, maka pasti ada pemimpin yang tidak terlalu jelek yang bisa dipilih.
"Jadi masih bisa dipilih. Kan bukan jelek sama rata. Anggap saja nilainya. Maka disinilah Anda bisa mendahulukan yang ada kecenderungan untuk memilih," ujar Buya Yahya.
"Kalau sudah mentok, golput sah. Karena gak mungkin dipaksa orang dalam kondisi kebingungan," imbuhnya.
Namun Buya Yahya mengingatkan bahwa dalam memilih itu harus ada tarjih atau kecenderungan memilih sesuai dari buah ijtihad dan usaha usai berdiskusi dengan guru atau ulama.
"Tapi ingat, tidak ada kepentingan pribadi dan mengadu kepada Allah setelah Anda pilih. Biarpun salah Anda tidak dosa dihadapan Allah," tegas Buya Yahya.
Load more