tvOnenews.com - Ustaz Adi Hidayat menjelaskan hukum mengelap wajah pakai handuk setelah berwudhu.
Setiap muslim tentu akan berwudhu sebelum menjalankan ibadah, seperti shalat dan membaca Al-Quran.
Wudhu sendiri bertujuam untuk mencusikan diri dari hadats kecil.
Setelah wudhu, tentunya sebagian anggota tubuh yang disucikan akan basah.
Ada yang mengatakan bahwa air setelah wudhu akan menjadi cahaya di surga, sehingga dilarang untuk dilap.
Namun, benarkah demikian? Simak penjelasan Ustaz Adi Hidayat berikut ini.
Ustaz Adi Hidayat menerangkan bahwa tidak terdapat hadits maupun penjelasan ulama yang secara spesifik membahas apakah diperbolehkan atau tidak mengeringkan anggota tubuh setelah berwudhu.
Walaupun tidak terdapat penjelasan langsung mengenai mengeringkan wajah setelah wudhu, namun terdapat dalil-dalil yang menggambarkan kebiasaan Rasulullah SAW seusai berwudhu.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah meminta mindil (sejenis kain atau sapu tangan) untuk mengeringkan tubuh setelah berwudhu.
Sementara itu, riwayat lain menyebutkan bahwa dalam situasi tertentu, setelah mandi besar, Rasulullah SAW diberikan mindil, tetapi beliau menolaknya dan lebih memilih mengeringkan tubuh dengan tangan.
Para ulama berpendapat, Rasulullah SAW menolak memakai mindil bukan berarti beliau tidak mau mengelap.
Adapun, riwayat 'pemberian mindil' tersebut menandakan bahwa Rasulullah SAW sering disediakan handuk atau kain untuk mengeringkan tubuh setelah mandi atau wudhu.
Namun, dalam situasi tertentu, beliau lebih memilih untuk menggunakan tangan.
Ustaz Adi Hidayat menyampaikan bahwa terdapat banyak kesimpulan yang didapat dari riwayat tersebut.
Menurut Ustaz Adi Hidayat, pandangan yang melarang mengeringkan wajah setelah berwudhu mungkin berasal dari adanya sebuah hadis yang berkaitan dengan hal tersebut.
Misal, dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa umat Rasulullah SAW nanti di hari kiamat memiliki tanda khusus, yaitu memiliki cahaya.
Cahaya itu berasal dari bekas wudhu yang rutin dilakukannya selama hidup.
"Umat Nabi SAW ada cahaya atau tanda khusus nanti saat dipanggil di hari kiamat. Cahaya itu dari bekas wudhunya," ujar Ustaz Adi Hidayat.
Hadits tersebut memiliki beberapa penafsiran.
Penafsiran pertama menyebutkan bahwa cahaya yang dimaksud berasal dari orang yang senantiasa menjaga wudhunya.
Artinya, seseorang yang langsung berwudhu kembali setiap kali batal, bahkan jika sulit menemukan air, ia akan bertayamum sebagai penggantinya.
Penafsiran kedua menjelaskan bahwa cahaya tersebut berasal dari orang yang memiliki akhlak mulia, mencakup perilaku baik yang tercermin dari wajah, tangan, hingga kaki.
Hal ini dikaitkan dengan proses wudhu yang tidak hanya membersihkan fisik, tetapi juga menjadi momen introspeksi, taubat, dan penyucian diri, baik lahir maupun batin.
Sebagai contoh, saat seseorang berkumur dalam wudhu, ia tidak hanya membersihkan mulutnya secara fisik, tetapi juga berkomitmen untuk menjaga lisannya dari perkataan buruk.
Begitu pula anggota tubuh lain yang dibasuh saat wudhu, akan diarahkan untuk perbuatan yang baik.
Oleh karena itu, cahaya yang dimaksud memiliki makna simbolis, yaitu kebaikan yang terpancar dari seseorang setelah berwudhu.
Hal ini tidak ada kaitannya dengan mengelap wajah setelah wudhu.
"Jadi kembali kepada kita saja," jelas Ustaz Adi Hidayat.
"Kalau situasinya sedang rapat kemudian wudhu di toilet, masa rapat sambil basah-basahan. Rapikan saja, nggak papa dilap. Tapi kalau misalnya dalam situasi tahajud, ingin sendiri, tidak ingin dilap pun tidak ada masalah," tutupnya. (gwn)
Load more