tvOnenews.com - Banyak orang beranggapan ‘Uang Suami adalah Milik Istri’, benarkah seperti itu? Buya Yahya berikan penjelasannya.
Salah satu faktor yang paling penting dalam membangun rumah tangga yaitu mengatur keuangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri juga keluarganya, terlebih nafkah materi.
Namun, sebagian orang beranggapan Uang suami adalah milik istri, sedangkan uang istri adalah milik istri.
Dalam satu kajiannya, Buya Yahya menjelaskan mengenai nafkah suami kepada istri.
Seperti apa penjelasan Buya Yahya mengenai hal tersebut? Simak informasinya berikut ini.
Dalam sebuah rumah tangga, sebagai seorang suami dan Imam berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya.
Nafkah yang diberikan tentunya untuk mencukupi kebutuhan yang layak dan wajar.
Dilansir tvOnenews.com dari tayangan YouTube Al Bahjah TV, Buya Yahya menekankan bahwa tidak semua harta yang dimiliki suami dapat dijadikan nafkah atau dimiliki oleh istri.
“Tidak semua harta suami dijadikan nafkah. Jika seandainya seorang suami mempunyai gaji disesuaikan dengan kebutuhan, selebihnya bisa buat bangun masjid dan sebagainya. Bukan milik istri semua,” ungkap Buya Yahya pada tayangan YouTube Al Bahjah TV.
Buya Yahya. (Ist)
Meski demikian, pengasuh Pondok Pesantren Al Bahjah Cirebon ini mengungkapkan bahwa hak istri dari harta suami hanya sebatas nafkah untuk kebutuhan sehari-hari.
“Akan tetapi, haknya istri adalah dari harta suami untuk urusan nafkah. Nafkah makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal,” ujarnya.
Memang istri tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi suaminya, bila dirinya mendapat penghasilan maka harta yang dimiliki murni punya istri.
Sementara, sebagian harta suami digunakan untuk nafkah istri dan keluarganya. Selebihnya dapat digunakan oleh suami untuk keperluan lain, seperti memberikan kepada ibunya..
“Makanya, Anda sebagai seorang istri, selagi nafkahmu sudah dicukupi Anda nggak usah bertanya kenapa kau membantu masjid di sana,” jelas Buya Yahya.
Buya Yahya mengambil contoh sebuah anggapan masyarakat, bila suami ingin memberikan sebagian harta untuk ibunya, maka harus dalam sepengetahuan dan perhitungan istri.
Dirinya mengatakan bahwa istri tidak boleh memiliki sifat seperti itu.
“Jangan merusak hati,” tegasnya.
“Kalau suamimu baik-baik dengan bapak ibunya, Anda seharusnya bangga. Nggak perlu bertanya berapa yang diberikan. Yang penting Anda sudah cukup,” kata Buya Yahya Zainul Ma’arif.
Oleh sebab itu, untuk mencukupi kehidupan rumah tangga sehari-hari, Buya Yahya menyarankan agar dapat mengatur pengeluarannya.
Bukan berarti seluruh harta suami merupakan milik istri. (kmr)
Load more