Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar kembali menanggapi usulan sertifikasi penceramah atau pendakwah akibat polemik Gus Miftah menuai amarah publik.
Sebagai respons isu Gus Miftah ke penjual es teh, Menag RI itu menyampaikan bahwa ide atau usulan sertifikasi telah berlangsung sejak lama.
Nasaruddin menegaskan pihaknya tidak ingin sembarangan dalam persoalan sertifikasi hanya gara-gara Gus Miftah menuai kecaman saat menjalani profesinya sebagai pendakwah.
"Kita tidak bisa juga reaktif ketika ada masalah langsung sertifikasi dan lainnya. Itu namanya reaktif," ungkap Menag Nasaruddin Umar dalam keterangannya di Jakarta dikutip, Kamis (19/12/2024).
Usulan sertifikasi untuk juru dakwah ini bermula dari anggota DPR RI yang memiliki alasan agar tidak ada lagi pendakwah sembarangan saat mengisi ceramah dalam kegiatan keagamaan.
Ide dari anggota DPR tersebut menjadi kepedulian sekaligus respons terkait polemik Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah menghina penjual es teh, Sunhaji.
Namun, Nasaruddin memberikan jawabannya secara bijak terkait setiap persoalan yang mengandung polemik tidak harus direspons secara cepat melalui pembentukan berbagai ide baru.
Bahwasanya ia menilai usulan ini rentan menimbulkan perpecahan antarpendakwah di seluruh wilayah Indonesia.
Ia mencontohkan adanya ketimpangan sekaligus kecemburuan bagi para judu dakwah apabila tidak lolos dalam sertifikasii tersebut.
"Apakah itu menyelesaikan persoalan? Apakah nanti tidak menimbulkan persoalan baru?," tanya dia.
Sebagai Menag RI, ia menyatakan dukungannya sertifikasi dari berbagai kalangan terkhusus DPR menjadi ide awalnya guna melihat kompetensi yang dimiliki setiap pendakwah.
Ia menyebutkan kompetensi berbasis wawasan dan pemahaman nilai-nilai agama sangat penting saat berdakwah di setiap kegiatan berbasis keagamaan.
Meski demikian, ia berpendapat terkait dakwah tidak selalu tentang para pendakwah yang ditekankan untuk memiliki sertifikasi juru dakwah.
Imam Besar Masjid Istiqlal ini membagikan cara dakwah minimal mengandung lima unsur, antara lain metode dakwah, materi dakwah, media dakwah, objek dakwah dan pendakwahnya sendiri.
Kelima hal ini, kata dia, menjadi acuan dalam pengkajian sertifikasi pendakwah.
"Jadi mubaligh hanya satu di antara lima faktor. Tidak mungkin bisa selesai persoalan kalau hanya menyelesaikan satu faktor; harus komprehensif," katanya.
"Siapa pendakwahnya? Siapa yang akan didakwahi? Bagaimana metodenya? Apa materinya? Dan media apa yang digunakan untuk berdakwah? Jadi konprehensif," sambungnya menambahkan.
Ia menuturkan semua unsur harus dipenuhi sebagai syarat lolos jika diberlakukannya sertifikasi yang di mana tidak hanya berpacu terhadap pendakwahnya semata.
Ia menyebutkan tidak ada kontribusi yang berdampak positif dan bersifat aktif jika lima unsur tersebut tak dipakai setelah lolos sertifikasi.
"Kita ingin komprehensif. Ini yang menurut hemat saya itu yang profesional. Bukanlah suatu gagasan profesional itu berkonsentrasi hanya pada satu unsur, tapi unsur lainnya tidak. Ini agak sedikit lebih sistematis, komprehensif," paparnya.
"Insya Allah kami percaya bahwa masyarakat kita sudah matang. Kita berterima kasih kepada para Faunding Father’s kita. Mereka tidak hanya bicara tapi mengamalkan apa yang mereka bicarakan. Kita harus belajar banyak dari para Faunding Father’s kita, dari Sabang sampai Merauke, kelapangdadaannya menerima perbedaan itu dahsyat," tukasnya.
Persoalan sertifikasi pendakwah ini merupakan buah respons ketegasan sekaligus kepedulian berbagai pihak akibat polemik Gus Miftah menggemparkan publik sejak viral di media sosial.
Bahwasanya Miftah mendapat penilaian bahwa ucapan yang dilontarkannya dianggap tidak pantas saat mengolok-olok seorang penjual es teh di suatu acara pengajian di Magelang, Jawa Tengah.
Kebetulan Miftah juga sedang menjabat sebagai salah satu bidang berbasis keagamaan dalam Utusan Khusus Presiden.
Gelar Miftah menuai sorotan karena memiliki sebutan "Gus" yang di mana gelar ini menandakan seorang anak dari ustaz, kiai dan tokoh pemuka agama lainnya.
Publik menganggap Miftah tidak menunjukkan cerminannya sebagai pendakwah karena mengolok-olok penjual es teh saat menjadi pengisi suatu acara pengajian.
Sontak, sikap dan perilaku Miftah menjadi bomeerang bagi sang pendakwah karena menuai kecaman keras agar mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto.
Miftah memberanikan diri untuk menyatakan keputusannya mundur dari posisinya atas kesalahan yang diperbuat olehnya kepada penjual es teh.
(hap)
Load more