Rekomendasi ketiga, lanjut Shalihin, mendesak Gubernur Aceh dan DPRA agar rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh berlandaskan syariat Islam dan mampu mewujudkan visi misi pembangunan yang seimbang antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan antarmanusia, dan hubungan manusia dengan alam.
"Ke empat, kita juga mendesak Gubernur Aceh untuk membuka data dan informasi terkait pengelolaan
sumber daya alam mencakup sektor perkebunan, pertambangan, dan kehutanan," ujarnya.
Kelima, perumusan dan pembahasan rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh serta aturan lainnya dapat memberikan kesempatan partisipasi bagi unsur ulama, cendekiawan Muslim, masyarakat adat, kelompok perempuan, rentan, dan pihak lainnya yang dianggap memiliki pengetahuan tentang rancangan qanun tersebut.
Keenam, mendesak Gubernur Aceh dan DPRA mengakui dan menetapkan kawasan perlindungan satwa, wilayah kelola masyarakat, hutan adat, koridor satwa, dan kawasan ekosistem leuser (KEL) dalam Rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh.
Terakhir, sebelum pengesahan, Rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh harus mendapatkan rekomendasi dari MPU Aceh. Karena hal tersebut sesuai dengan ketentuan Qanun Aceh Tentang Tata Cara Penyampaian pendapat Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh.
"Kita berharap rekomendasi ini dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintahan Aceh dan menjadi pertimbangan semua pihak dalam pelaksanaan revisi rancangan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh," demikian Shalihin.(at/bwo)
Load more