Jakarta, tvOnenews.com - Pendakwah KH Yahya Zainul Ma'arif alias Buya Yahya memberikan sindiran pedas kepada umat Muslim dalam perayaan Tahun Baru Masehi 2025.
Sentilan Buya Yahya ini bermula dari salah satu pertanyaan jemaahnya mengenai hukum umat Muslim merayakan Tahun Baru Masehi 2025.
"Kenapa umat Islam ikut merayakan tahun baru Masehi, apakah itu diperbolehkan?," tanya salah satu jemaah kepada Buya Yahya dalam suatu kajian dilansir dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, Senin (30/12/2024).
Jemaah tersebut kembali menjelaskan kepada Buya Yahya bahwa masyarakat Indonesia mayoritas penganut agama Islam merayakan tahun baru karena dimeriahkan oleh pemerintah.
Hal ini membuat umat Muslim di Indonesia turut menyemarakkan perayaan ini. Bahkan telah menjadi tradisi di setiap malam pergantian tahun baru.
"Kita ikut karena tahun baru itu digunakan oleh pemerintah," terang jemaah itu.
Perihal pertanyaan terkait perayaan ini, Buya Yahya menjawab secara tegas bahwa yang menjadi permasalahan terletak pada budaya.
Perayaan tersebut, kata Buya Yahya, lebih menekankan soal kebiasaan dan budaya, seakan-akan membuat umat Muslim dan seluruh umat manusia di dunia sangat berantusias menyemarakkan Tahun Baru Masehi.
"Tahun baru Masehi bukan yang dipermasalahkan, tetapi kebiasaan dan budaya yang terjadi di tahun baru tersebut," jelas dia.
Pengasuh LPD Al Bahjah, Cirebon ini memberikan contoh kebiasaan buruk kerap kali terjadi dalam perayaan Tahun Baru Masehi.
Ia merincikan kegiatan seperti pesta pora, foya-foya, hura-hura, mengonsumsi khamr, pergaulan bebas, melakukan tindakan asusila, dan perbuatan maksiat lainnya sering terjadi di momen tersebut.
"Kebiasaan jelek yang memang harus dihentikan yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain seperti mabuk dan berkelahi," tuturnya.
Pendakwah karismatik usia 51 tahun ini melanjutkan perayaan tahun baru kerap melibatkan banyak orang saat umat Muslim di Indonesia berniat foya-foya dan berbuat maksiat sesukanya.
Bahwasanya Tahun Baru Masehi bukan menjadi bagian kalender dalam agama Islam. Ia merasa heran terhadap umat Muslim turut memperingati momen tersebut.
Ia menyinggung umat agama lain lebih menyibukkan beribadah, sedangkan umat Muslim kebanyakan memilih kegiatan tidak berhubungan dengan agama Islam.
Situasi tersebut menyebabkan umat Muslim di Indonesia mayoritas terjebak dalam kondisi menimbulkan kegaduhan.
"Di Indonesia, kaum musliminnya mayoritas, tetapi alun-alun penuh dengan keramaian, sementara banyak orang Nasrani yang lebih khusyuk berdoa di gereja," bebernya.
Pendakwah kelahiran asal Blitar ini menyatakan perayaan tersebut cenderung pada budaya yang dibuat oleh orang kafir. Hal ini menjadi aspek penting agar diketahui oleh umat Muslim.
Ia mengkhawatirkan budaya-budaya dari orang kafir rentan tidak sesuai dengan berbagai ajaran terkandung dalam agama Islam.
"Kita tidak melihat akibatnya di masa depan, kita hanya ingat kejadian-kejadian buruk yang terjadi setelah merayakan tahun baru, seperti pertengkaran atau bahkan kematian," ucapnya.
Sebagai pendakwah, Buya Yahya menekankan umat Muslim harus selalu menerapkan momen perayaan dalam kalender Hijriah yang telah ditetapkan sebagai penghitungan hari dalam agama Islam.
"Kalau masalah hari, kita pakai hari tanggal mereka, tetapi seharusnya kita membiasakan diri dengan tahun Hijriah," tegasnya.
"Ibadah dalam Islam berkaitan dengan tahun Hijriah, bukan tahun Masehi," sambung dia lagi.
Ia menyindir bagi orang mukmin tetap memaksakan kehendaknya merayakan Tahun Baru Masehi telah tergolong yang melupakan Tahun Baru Hijriah.
"Jangan anggap remeh! Merayakan Tahun Baru Masehi, lalu lupa dengan Tahun Baru Hijriah. Itu adalah kemunafikan," tandasnya.
(hap)
Load more