Jakarta, tvOnenews.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan agar agama Islam yang ahlussunnah wal jamaah (aswaja) terus dihadirkan di Indonesia.
Gus Fahrur sapaan akrabnya, mewakili PBNU yang menyoroti adanya tuduhan Islam aswaja adalah bid'ah dari pihak-pihak tertentu.
"Mereka yang suka menuduh itu karena pengetahuannya yang kurang luas. Mereka itu hanya belajar pada satu sisi tertentu," ungkap Gus Fahrur dalam keterangannya dari siaran pers di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Ketua PBNU itu menjelaskan bahwa keragaman Indonesia salah satunya karena dibentengi oleh Islam aswaja. Ini berguna terhindar ancaman berunsur ideologi transnasional.
Pihak-pihak yang menuduh Islam aswaja bid'ah hanya mengambil perspektif agama Islam dari satu sisi.
Menurutnya, wawasan agama yang luas tidak dibekali oleh pihak-pihak tersebut, sehingga enteng mengklaim bahwa Islam aswaja dianggap bid'ah.
"Kemudian mereka menghakimi orang karena tidak mengetahui keseluruhan perspektifnya. Seandainya pengetahuan seseorang lebih luas, pasti tidak akan mudah untuk menyalahkan orang lain. Hal yang demikian bukanlah sifat orang yang alim atau berilmu," terang dia.
Lebih lanjut, Gus Fahrur menuturkan penafsiran berbagai dalil dalam agama dilakukan secara ekstrem, cenderung memperlihatkan wawasan dan sudut pandang yang kurang terhadap keagamaan.
Kurangnya wawasan tersebut, kata dia, rentan menyebutkan bid'ah atau sesat. Bahkan kekerasa menjadi halal bagi kelompok yang pandangannya berseberangan.
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu memaparkan bahwa, kelompok tersebut hanya melontarkan ketegasannya merasa di jalur yang benar. Padahal baru melihat dari satu sisi.
"Ketika dia pegang ekor, dia mendefinisikan gajah itu bentuknya kecil dan membodoh-bodohkan yang bilang gajah itu besar. Karena apa? Dia hanya pegang ekor. Lalu orang yang pegang perut bilang bentuknya gajah itu besar dan mengklaim bahwa yang bilang gajah itu kecil berarti kafir," jelasnya.
"Padahal, jika mengetahui dari keseluruhan sisinya, orang akan bilang bahwa gajah itu besar, punya telinga begini, ekornya begini, perutnya begini, dan seterusnya. Kenapa? Karena ia mampu melihat dengan jelas," lanjutnya lagi.
Ia juga menyoroti esensi bulan Rajab kerap kali disimpangkan oleh kelompok yang cenderung radikal melalui contoh simbol jatuhnya Khalifah Utsmaniyah dan pembebasan Baitul Maqdis di bulan haram tersebut.
Mereka menganggap kedua contoh ini akan didalihkan kelompok radikal bahwa, peristiwa tersebut dihubungkan dengan cara peperangan maupun kekerasan.
"Jadi, kita ahlussunnah itu mengikuti Rasulullah. Rasulullah pada bulan Rajab melakukan apa? Yaitu puasa, banyak berdoa, banyak berzikir, dan bersiap memasuki bulan Ramadan," katanya.
"Selain itu, Rasulullah mencontohkan agar bagi yang masih punya utang puasa disegerakan untuk dilunasi. Ini yang kita imani dari bulan Rajab, kita menyambutnya sebagai bulan untuk menanam kebaikan sampai ke bulan Ramadan," sambung dia menerangkan.
Ia mengambil pembahasan apabila bulan Rajab benar-benar dijadikan untuk mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Bulan Rajab menjadi momentum terbaik agar melatih diri sekaligus memperbanyak pahala, karena dinobatkan sebagai bulan mulia guna menghindari hal-hal bersifat kemaksiatan.
"Kalau kita memaknai mulia bulan Rajab ini dengan memperbanyak ibadah menjelang bulan Ramadan maka kita beribadah karena akan menyambut bulan mulia," tuturnya.
"Pada bulan Rajab ini ketika kita memperbanyak amalan dan ibadah serta puji-pujian kepada Allah dan Rasulullah maka kita berharap agar jadi lebih baik pada bulan Ramadan. Dengan demikian, sudah enteng kebaikan itu mengakar pada diri kita," tambahnya.
Mewakili PBNU, Gus Fahrur menyampaikan harapannya sumber pengetahuan agama yang lebih luas selalu menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia agar semakin dewasa.
"Kita juga harapkan pemerintah mempunyai keberpihakan lebih kepada ormas-ormas moderat. Dengan demikian, Islam aswaja dan arus keagamaan yang moderat akan memiliki ruang yang lebih besar untuk melakukan dakwah dengan lebih baik di ruang publik," pesannya.
"Prinsipnya pemerintah punya segala instrumen untuk melakukan pencegahan terhadap ideologi transnasional secara komprehensif sehingga efek negatifnya tidak meluas di masyarakat," pungkasnya.
(ant/hap)
Load more