tvOnenews.com - Polemik Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur ketentuan izin poligami Aparatur Sipil Negara (ASN) beristri terus bergulir.
Hal ini menurut Komnas Perempuan demi mencegah terjadinya nikah siri tanpa persetujuan.
"Pemprov DKI sendiri harus betul-betul mempunyai mekanisme untuk memastikan para ASN yang ingin mengajukan kawin lagi itu betul-betul melewati proses tracking (pelacakan)," kata anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini, Senin (20/1/2025).
Ia mengingatkan, dalam Pasal 6 ayat (2) Pergub No 2 Tahun 2025 menyebutkan salah satu persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang atau poligami yakni mendapatkan persetujuan istri pegawai yang bersangkutan secara tertulis.
Sehingga nantinya, apabila ada laporan pernikahan ASN tanpa mengantongi izin dari istri, maka Pemprov DKI harus memberikan sanksi pada oknum pelanggar tersebut.
Sanksinya lebih kuat diterapkan. Sebenarnya kalau mengikuti PP (Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983) itu ada sanksi administrasi, mulai dari sedang sampai dengan berat," pungkasnya.
Namun sebagaimana diketahui, dalam Islam, poligami memang diperbolehkan, hal ini sebagaimana firman Allah SWT berikut ini.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya,” (QS. An Nisa Ayat 3).
Dari ayat di atas dinyatakan bahwa seorang pria boleh memiliki istri sampai empat.
Namun bolehkah seorang istri menolak poligami?
Penolakan seorang istri terhadap praktek poligami ternyata memiliki dasar yang sesuai dengan pendapat ulama Syafiiyah dan Hanabilah, sebagaimana dilansir dari NU Online pada Senin (20/1/2025).
ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَزِيدَ الرَّجُل فِي النِّكَاحِ عَلَى امْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ ظَاهِرَةٍ ، إِنْ حَصَل بِهَا الإِعْفَافُ لِمَا فِي الزِّيَادَةِ عَلَى الْوَاحِدَةِ مِنَ التَّعَرُّضِ لِلْمُحَرَّمِ ، قَال اللَّهُ تَعَالَى وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ، وَقَال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيل إِلَى إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَدُ شِقَّيْهِ مَائِلٌ"... وَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ إِبَاحَةَ تَعَدُّدِ الزَّوْجَاتِ إِلَى أَرْبَعٍ إِذَا أَمِنَ عَدَمَ الْجَوْرِ بَيْنَهُنَّ فَإِنْ لَمْ يَأْمَنِ اقْتَصَرَ عَلَى مَا يُمْكِنُهُ الْعَدْل بَيْنَهُنَّ ، فَإِنْ لَمْ يَأمَنْ اقْتَصَرَ عَلَى وَاحِدَةٍ لِقَولِه تَعَالَى فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Artinya: Bagi kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah, seseorang tidak dianjurkan untuk berpoligami tanpa keperluan yang jelas, karena praktik poligami berpotensi menjatuhkan seseorang pada yang haram (ketidakadilan). Allah berfirman: Kalian takkan mampu berbuat adil di antara para istrimu sekalipun kamu menginginkan sekali.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang yang memiliki dua istri, tetapi cenderung pada salah satunya, maka di hari Kiamat ia berjalan miring karena perutnya berat sebelah.’ ... Bagi kalangan Hanafiyah, praktik poligami hingga empat istri diperbolehkan dengan catatan aman dari kezaliman (ketidakadilan) terhadap salah satu dari istrinya. Kalau ia tidak dapat memastikan keadilannya, ia harus membatasi diri pada monogami berdasar firman Allah, ‘Jika kalian khawatir ketidakadilan, sebaiknya monogami, (Lihat Mausu’atul Fiqhiyyah, Kuwait, Wazaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, cetakan pertama, 2002 M/1423 H, juz 41, halaman 220).
Oleh karena itu, berdasarkan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa istri yang menolak dipoligami tidaklah berdosa.
Hal ini terutama jika dikategorikan menentang firman Allah terkait kebolehan poligami.
Sebab dalam persoalan poligami terdapat unsur keadilan yakni mampu menafkahi dan berpotensi memunculkan sakit hati banyak pihak.
Meskipun dalam beberapa kasus kasus ada beberapa pihak istri yang setuju dipoligami karena sang suami dinilai mampu.
Namun mampu yang dimaksud harusnya diingat yakni mampu dalam menerapkan unsur keadilan, mampu menafkahi dan menghindari sakit hati antar istri-istrinya.
Namun Syekh Wahbah Az-Zuhayli berpendapat, poligami bukanlah bangunan ideal rumah tangga Muslim.
Bangunan ideal rumah tangga itu menurut Syekh Wahbah Az-Zuhayli adalah monogami.
Hal ini karena poligami katanya adalah sebuah pengecualian dalam praktik rumah tangga.
Praktik poligami dikatakannya dapat dijalankan karena sebab-sebab umum dan sebab khusus.
Menurutnya, poligami hanya dapat dilakukan dalam kondisi darurat yang membolehkan seseorang menempuh poligami.
Maka dari itu, sangat tidak dibenarkan apabila ada yang mengatakan poligami berdalih sebagai sunnah Nabi.
Padahal dalam tarikh, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok setia atau monogami pada Sayyidah Khadijah.
Sepeninggal Siti Khadijah, barulah Nabi Muhammad menikah lagi. Hal itu pun bukanlah semata nafsu, namun atas perintah Allah SWT.
Itulah penjelasan mengenai poligami. Disarankan langsung bertanya kepada ulama, pendakwah atau Ahli Agama Islam agar mendapatkan pemahaman yang lebih dalam.
Wallahualam
(put)
Load more