Allah menurunkan para Nabi dan Rasul ke tengah-tengah suatu kaum karena sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun, termasuk kisah Nabi Nuh ini.
Allah mengutus Nabi Nuh A.S sebagai pengingat dan mercusuar harapan bagi hamba-Nya yang jatuh ke dalam praktik penyembahan berhala dan nafsu duniawi.
Namun menyimpangnya suatu kaum tak pernah terjadi begitu saja. Sedikit demi sedikit umat manusia mulai melupakan ketauhidan dan perintah serta larangan Allah. Akibatnya setan pun datang dan membisikkan ide-ide jahat ke telinga mereka.
Mereka beranggapan bahwa cara yang benar untuk menghormati orang-orang saleh yang telah meninggal adalah dengan membuat patung mereka dan menempatkannya di tempat mereka biasa menyampaikan khotbah.
Sebagaimana disebutkan dalam Sahih Al-Bukhari, setelah sekelompok orang saleh itu meninggal, generasi selanjutnya didorong oleh setan untuk menyembah patung-patung itu, yang mereka lakukan dengan sukarela. Beginilah benih penyembahan berhala ditanamkan ke dalam hati orang-orang yang lemah imannya. Di era inilah kisah Nabi Nuh dan Banjir Besar dimulai.
Salah satu fakta menarik tentang Nabi Nuh adalah beliau salah satu Nabi dan Rasul yang dikaruniai umur yang sangat panjang. Diketahui dari Surah Al-Ankabut ayat 14, beliau berdakwah kepada umatnya paling tidak selama 950 tahun.
Sungguh usia yang sangat panjang dan tak bisa dibandingkan dengan usia rata-rata umat Nabi Muhammad yang hanya berumur 60-an tahun.
Selama rentang waktu tersebut, Nabi Nuh yang baik hati, penyabar, dan lembut terus menerus berdakwah memperingatkan dan mengajak umatnya untuk kembali menyembah Allah SWT.
Siang malam beliau mencoba berbagai cara untuk menyadarkan kaumnya baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Ia mendekati orang-orang kafir yang kaya dan berkuasa tak henti-hentinya, sama seperti ia berdakwah kepada golongan yang lemah dan papa.
Usianya yang panjang dan proses dakwah yang tak pernah berhenti juga merupakan salah satu ujian bagi Nabi Nuh atas keberanian dan ketabahannya. Sahih Al-Bukhari mencatat, orang-orang beriman datang pada hari terakhir sebelum Banjir Besar melanda. Mereka akhirnya berterima kasih karena Nabi Nuh tak pernah lelah mencoba meraih hati mereka yang telah tertutup.
Dalam kisah Nabi Nuh, diceritakan bahwa Allah menurunkan beliau untuk memperingatkan suatu kaum akan siksa yang pedih apabila kaum tersebut tak meninggalkan penyembahan berhala.
Namun peringatan tersebut umumnya tak diindahkan. Hanya segelintir orang-orang yang lemah dan miskin yang mendengarkan Nabi Nuh A.S. Para penyembah berhala ini bahkan mempertanyakan kualitas apa yang dimiliki Nabi Nuh hingga diangkat menjadi Nabi dan Rasul.
Pada suatu waktu, Nabi Nuh menyadari debat dan pertikaian yang timbul dari perselisihannya dengan kaum musyrik hanya menimbulkan kerusakan. Pikiran bahwa keturunan kaum musyrik yang akan mewarisi kemusyrikan itu menyulitkan hati Nabi Nuh.
Dengan alasan itulah, Nabi Nuh kemudian bermunajat kepada Allah sesuai dengan apa yang tercatat di Surah Nuh, untuk menyingkirkan kaum kafir dan musyrik agar bisa menyelamatkan ketauhidan orang-orang yang telah beriman.
Allah SWT tentu mendengar doa itu dan mengabulkannya. Dalam surah Hud ayat 36-37 Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera besar. Ketika beliau mulai membangun bahtera, kaum kafir dan musyrik langsung menertawakan upayanya dalam menaati perintah Allah SWT.
Saat Nabi Nuh menyelesaikan bahteranya diketahui bahwa sebenarnya takdir orang-orang musyrikin dan beriman telah ditetapkan oleh Allah. Nabi Nuh lalu menunggu dengan sabar perintah selanjutnya dari Allah SWT.
Ketika wahyu Allah turun, ia lalu menaiki bahtera tersebut beserta keluarganya, orang-orang beriman, serta sepasang (jantan dan betina) spesies hewan-hewan mulai dari yang besar hingga serangga dan burung-burung.
Namun dalam rombongan ini tak ditemukan salah seorang istri dan anak sulung Nabi Nuh karena mereka berdua termasuk orang-orang yang mengingkari Allah. Mereka beranggapan meskipun ada gelombang besar yang datang, mereka akan selamat jika berdiam di atas sebuah gunung besar.
Tak lama setelah proses evakuasi manusia dan hewan ke dalam bahtera selesai, dengan kehendak-Nya tiba-tiba air deras mengalir keluar dari setiap lubang dan kerak bumi. Tak hanya itu, bumi juga tiba-tiba ditumpahkan hujan begitu hebat dan derasnya.
Ombak dan arus yang tercipta dari fenomena tersebut tentu tidak main-main besarnya sehingga akhirnya menenggelamkan keluarga Nabi Nuh yang tengah menyelamatkan diri ke atas gunung.
Melihat darah dagingnya akan tenggelam, Nabi Nuh meminta kepada Allah untuk menyelamatkan keluarganya. Allah lalu menegur Nabi Nuh atas permintaan tersebut dan mengingatkan bahwa orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang mengingkari Allah. Nabi Nuh lalu meminta ampun karena telah mempertanyakan ketentuan Allah.
Larangan serupa ini telah diberikan pula kepada Nabi Ibrahim A.S sewaktu dia memohon kepada Allah agar azab-Nya tidak ditimpakan kepada kaum Lut, sebagaimana disebut dalam firman-Nya:
Setelah setiap kaum musyrik dan kafir telah dihapuskan dari muka bumi dengan Banjir Besar, Allah SWT dengan kuasa-Nya lalu memerintahkan langit dan bumi untuk memulihkan diri seperti sedia kala.
Ketika kondisi sudah aman, Nabi Nuh beserta orang-orang terpilih itu lalu turun dari bahtera dan ia juga melepaskan hewan-hewan itu kembali ke alam bebas.
Pada saat ini tak ada satu jiwa musyrik pun di atas bumi. Kisah Nabi Nuh pun mencapai puncaknya dalam Al-Quranul Karim. Kisah Nabi Nuh ini mengajarkan umat manusia banyak hal tentang pentingnya menaati perintah Allah, baik itu perintah maupun larangan-Nya.
Demikianlah kisah Nabi Nuh dan peristiwa Banjir Besar seperti yang telah diceritakan dalam Al-Quran. Semoga kisah ini dapat diambil hikmahnya dan menambah keimanan setiap muslim. (afr)
Load more