“Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.”
Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk qimah (nominal) yang setara dengan makanan yang dijelaskan dalam nash Al-Qur’an atau hadits, misalnya ditunaikan dalam bentuk uang.
Menurut Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, ulama Hanafiyyah cenderung lebih longgar memahami teks-teks dalil agama yang mewajibkan pemberian makan kepada fakir miskin. Menurutnya, maksud pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah (nominal harta) yang sebanding dengan makanan.
Konsep jenis makanan pokok yang dinominalkan versi Hanafiyyah terbatas pada jenis-jenis makanan yang tercantum secara eksplisit dalam hadits Nabi, yaitu kurma, al-burr (gandum)/tepungnya, anggur, dan al-sya’ir (jewawut). Hanafiyyah tidak memakai standar makanan pokok sesuai daerah masing-masing. Adapun kadarnya adalah satu sho’ untuk jenis kurma, jewawut, dan anggur (menurut sebagian pendapat, kadarnya anggur adalah setengah sho’). Sedangkan gandum atau tepungnya adalah setengah sho’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Ukuran satu sho’ menurut Hanafiyyah menurut hitungan versi Syekh Ali Jum’ah dan Muhammad Hasan adalah 3,25 kg, berarti setengah sho’ adalah 1,625 kg. Sedangkan menurut hitungan versi Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami adalah 3,8 kg, berarti setengah sho’ adalah 1,9 kg.
Dengan demikian, cara menunaikan fidyah dengan uang versi Hanafiyyah adalah nominal uang yang sebanding dengan harga kurma, anggur atau jewawut, seberat satu sho’ (3,8 kg atau 3,25 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan.
Bisa juga memakai nominal gandum atau tepungnya seberat setengah sho’ (1,9 kg atau 1,625 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan.
Load more