Dalam Bahasa Indonesia pasti kita semua pernah mendengar kata fakir yang disandingkan dengan kata lain sehingga menjadi kata fakir miskin. Sementara itu, dalam bahasa Arab, kata faaqir berasal dari kata faqr yang berarti ‘tulang punggung’ dan yang pertama (faaqir) berarti "orang yang patah tulang punggungnya" karena begitu berat beban yang dipikulnya. Sedangkan kata "miskin" berasal dari kata sakana yang dalam bahasa Arab berarti "diam" atau "tenang ".
Melansir dari berbagai sumber, Jumat (15/4/2022), fakir merupakan lawan kata dari al-ghaniy (kaya), yaitu orang yang sedikit hartanya sedangkan miskin secara bahasa ialah lawan kata dari al-harakah (bergerak), yaitu sesuatu yang diam ketika hilang gerakannya.
Secara istilah, fakir adalah seseorang yang tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pokoknya dan tanggungannya (istri dan anak), seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Miskin adalah seseorang yang hanya dapat memenuhi setengah atau lebih kebutuhan pokoknya dan tanggungannya tetapi tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya.
Apa Pengertian Fakir Miskin Dalam Islam?
Kendati demikian, dalam Al Quran, definisi kata 'fakir' dan 'miskin' tidak dijelaskan secara gamblang. Meskipun kedua kata tersebut dengan berbagai akar katanya terdapat dalam Al Quran lebih dari 14 kali untuk kata faqr dan lebih dari 33 kali untuk kata miskin.
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekafiran, kekurangan, dan kehinaan dan aku berlindung kepada-Mu dari (kondisi) didzalimi dan mendzalimi orang lain.” (HR Ibnu Majjah dan Hakim dari Abu Hurairah)
Dalam sebuah riwayat ditemukan doa Rasulullah SAW yang memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kefakiran. Sebagaimana tertuang pada riwayat di atas serta memohon "kehidupan dan kematian" dalam kondisi miskin. Sebagaimana sabdanya, ”Ya Allah, hidupkanlah aku dalam kondisi miskin, dan wafatkanlah aku (juga) dalam kondisi miskin.”
Berdasarkan doa Rasulullah tersebut, fakir merupakan kondisi yang sangat buruk, yang disejajarkan dengan kekufuran, kekurangan, dan kehinaan. Sehingga Rasul memberi contoh umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allah dari beberapa kondisi tersebut.
Perbedaan Fakir dan Miskin
Diantara beberapa pendapat ulama menyatakan bahwa seseorang dikatakan menjadi fakir apabila kebutuhan dasarnya lebih besar dari penghasilannya. Sebagai contoh apabila seseorang memiliki kebutuhan dasar untuk hidup sebesar 60-70 ribu tetapi dia hanya berpenghasilan 20-30 ribu, maka dia bisa disebut fakir.
Dalam contoh lain juga disebutkan, seseorang yang sudah dalam kondisi tidak bisa bekerja (cacat fisik, sakit, dll) tapi dia memiliki harta sekitar 25 juta maka bisa dikatakan fakir. Hal itu karena sisa hartanya tersebut diperkirakan tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar hidupnya dengan perkiraan sisa usianya (misal 20-30 tahun lagi).
Kebutuhan dasar fakir itu mulai dari sandang, pangan, papan dan kesehatan termasuk orang yang tidak beruntung untuk dapat duduk di bangku sekolah formal.
Sedangkan kriteria untuk miskin adalah mereka yang masih memiliki penghasilan, tetapi belum dapat untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya meskipun ia mampu untuk mengenyam pendidikan formal. Misalkan, seorang dikatakan miskin apabila dia memiliki penghasilan 700.000 sebulan, tapi kebutuhan dasarnya lebih dari itu.
Perbedaan paling mendasar antara kriteria fakir dan miskin adalah seorang fakir memiliki penghasilan yang hanya bisa memenuhi kurang dari setengah kebutuhan dasarnya. Hal itu bisa dikarenakan usia lanjut ataupun tidak mengenyam pendidikan formal.
Untuk menentukan seseorang masuk kriteria fakir atau miskin serta batasan dan standard zakat, ada 3 cara pengukuran sebagai berikut:
- Had Kifayah
- Kehidupan Hidup Layak (KHL)
- Garis Kemiskinan (GK)
Yuk, kita bahas satu-satu arti kriteria tersebut. Ada beberapa perbedaan yang bertujuan untuk saling melengkapi antara syariat dengan kondisi kemiskinan yang terjadi di suatu negara.
1. Had Kifayah
Dilansir dari berbagai sumber, had kifayah adalah batas minimum yang dapat menjauhkan manusia dari kesulitan hidup, misalnya kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, atau hal lain seperti perkakas dan kendaraan yang tidak sampai pada tahap kemewahan.
Sedangkan menurut Imam Nawawi, kifayah adalah suatu kecukupan yang di mana tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini menandakan bahwa sesuatu disebut kifayah, apabila tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian, Imam Syatibi mendefinisikan had kifayah yaitu sebuah ukuran kebutuhan yang sangat darurat dan fundamental. Kebutuhan itu bukan sekadar kecukupan yang primer, tetapi masuk dalam kategori sekunder yang menjadi tonggak kelancaran hidup manusia.
Beberapa kebutuhan yang termasuk had kifayah yang diukur berdasarkan dimensi berikut:
- Makanan
- Pakaian
- Tempat tinggal dan fasilitas rumah tangga
- Ibadah
- Pendidikan
- Kesehatan
- Transportasi
Jika seseorang sudah mampu memenuhi had kifayah, maka ia termasuk golongan yang dilarang menerima zakat. Ukuran seseorang tidak mampu memenuhi had kifayah diatur dalam Maqasid al-Syariah yaitu di bawah 5000 dirham atau setara 3,5 juta. Di bawah itu, ia termasuk golongan miskin.
Selanjutnya, batas minimum pemberian zakat kepada golongan fakir dan miskin telah diatur oleh jumhur ulama. Madzhab Hanafi menentukan batas minimum zakat yang diberikan sebesar 20 dirham tanpa periode waktu tertentu. Jika mustahik sudah mampu, maka zakat tidak diberikan lagi.
Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa tidak ada ukuran periode atau waktu pemberian. Lantas, mayoritas ulama berpendapat zakat diberikan untuk mencukupi kebutuhan selama setahun.
Terdapat istilah yang disebut dengan zakat inklusi, yaitu orang kaya dapat menjadi miskin dengan kondisi tertentu. Jadi, kalau di masa depan seseorang sungguh-sungguh jatuh miskin, ia tetap berhak dibantu untuk menjadi berdaya dari zakat. Dengan demikian, ia dapat bangkit perlahan-lahan hingga mampu menjadi muzakki kembali.
2. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Kebutuhan hidup layak (KHL) adalah standar kebutuhan seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup secara fisik untuk kebutuhan satu bulan. Berikut indikator KHL yang digunakan untuk mengukur kebutuhan seseorang masuk kategori layak atau tidak:
- Makanan dan minuman (memenuhi 3000 kilokalori per hari)
- Sandang
- Perumahan
- Pendidikan
- Kesehatan
- Transportasi
- Rekreasi dan Tabungan
3. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan merupakan ukuran tingkat kemiskinan yang digunakan oleh BPS dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Metode ini menghitung rata-rata pengeluaran yang dilakukan oleh setiap orang berdasarkan hasil survey. Pengeluaran yang dihitung merupakan penjumlahan makanan dan non makanan.
Untuk pemberian bantuan zakat, dari sisi Had Kifayah dihitung berdasarkan kepala keluarga dan tanggungannya. Sedangkan, jika dilihat dari sisi BPS, bantuan finansial dihitung dari sisi personal individual. Contohnya, Bantuan Sosial (Bansos).
Kendati kini segala sesuatu menjadi sulit, tetapi jangan sampai lepas dan berputus asa dari jalan-Nya. Tidak selayaknya kita menjadi orang yang seakan tidak memperoleh nikmat Allah sedikit pun, sehingga membawa kita gelap mata dan berbuat yang nista atau bahkan berbuat sesuatu yang dzalim meski pada diri sendiri. Na’udzubillah.
Dengan zakat, fakir miskin menjadi berdaya dengan mendapatkan akses kebutuhan yang layak. Percaya enggak kalau hasil zakatmu mampu memberdayakan para penerima manfaat melebihi ekspektasimu? (adh)
Load more