Pendapat ini mengacu pada ungkapan al - Rafi’i yang dinukil oleh al - Nawawi dalam kitab alMajmu’ (6/313) bahwa yang sesuatu yang masuk ke perut dan membatalkan puasa itu dengan syarat masuknya lewat rongga yang terbuka, dengan sengaja, dan dalam keadaan tidak lupa.
"Imam Rafi’i berkata: ulama-ulama Syafiiyah memberikan batasan (dhabit) bahwa sesuatu yang masuk ke perut yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk dari luar lewat rongga yang terbuka dengan kesengajaan dan dalam keadaan tidak lupa sedang berpuasa."
Pendapat para ulama ini juga dikuatkan dengan kaidah fikih bahwa dalam Islam bahaya harus dihilangkan dan dicegah sedapat mungkin.
Tak hanya itu, sesuatu yang masuk ke perut itu juga harus bersifat seperti makanan. Artinya benda tersebut dapat menyegarkan dan menutrisi tubuh. Jika hal tersebut masuk ke dalam tubuh maka dapat dikatakan bahwa puasa yang bersangkutan dinilai batal. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Imam al-Ramli dalam kitab Nihayah al - Muhtaj ila Syarh al - Minhaj (3/165) bahwa jika sesuatu yang sampai pada perut itu terasa bermanfaat sebagai nutrisi bagi badan (makanan atau minuman), maka itu membatalkan puasa:
"Disyaratkan adanya sesuatu kekuatan di dalam perut yang menghantarkan sseuatu yang masuk menjadi nutrisi ataupun obat. Karena, jika tidak ada yang menghantarkannya, maka badan tidak merasakan adanya nutrisi atau sesuatu yang bermanfaat baginya, maka menyerupai sesuatu yang sampai ke selain perut."
Adapun tes swab adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaanmaterial genetik dari sel, bakteri, atau virus dengan cara pengambilan sampel dahak, lendir, atau cairan dari nasofaring (bagian pada tenggorokan bagian atas yang terletak di belakang hidung dan di balik langit-langit rongga mulut) dan orofaring (bagian antara mulut dan tenggorokan). Artinya praktik ini tidak dilakukan untuk dan atau menyebabkan seseorang merasa kenyang atau hilang dahaganya.
Lebih lanjut, MUI menjelaskan dalam lembaran dokumen fatwa tersebut bahwa fatwa ini dikeluarkan bertujuan agar masyarakat dapat mematuhi protokol kesehatan dan selamat dari penularan Covid-19. Selain itu juga sebagai sumbangsih dari dunia Islam dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan agar endemi Covid-19 dapat segera berakhir.
Jadi dari fatwa MUI Nomor 23 Tahun 2021 dapat disimpulkan bahwa aktivitas menghindarkan diri dari kemudharatan virus Covid-19, salah satunya adalah dengan melakukan tes swab (antigen / PCR), tidak akan membatalkan puasa seorang muslim. Wallahu a’lam bish-shawab.
Semoga informasi ini dapat membantumu dan membuat umat Muslim tidak ragu - ragu untuk melakukan tes swab demi syarat mudik yang aman dan nyaman dan juga terhindar dari penyebaran Covid-19. (afr)
Load more