Kedua, tidak terdapat dalil dari Al-Qur’an, Al-Hadis, dan ijma yang menunjukkan zakat atas harta yang menjadi objek utang dapat digugurkan. Ketiga, penguasaan debitur atas harta menunjukkan kepemilikan. Utang yang ada tidaklah mengeluarkan harta itu dari kepemilikannya, sehingga zakat atas harta itu tetap harus ditunaikan debitur.
Pendapat kedua, utang menghalangi kewajiban zakat pada harta batin, tetapi tidak berlaku pada harta zahir. Pendapat ini menyatakan bahwa utang tidak menghalangi kewajiban zakat atas harta zahir seperti hewan ternak, hasil pertanian, dan buah-buahan Namun, utang dapat menghalangi kewajiban zakat atas harta batin seperti emas, perak, dan barang-barang yang setara dengan emas dan perak.
Hal ini dapat didukung oleh perbuatan Nabi Muhammad SAW mengutus mereka untuk mengambil zakat berupa hewan ternak, hasil pertanian, dan buah-buahan tanpa bertanya kepada para pemilik mengenai kepemilikan utang atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa utang tidak menghalangi kewajiban atas harta zahir.
Pendapat ketiga, utang menghalangi kewajiban zakat secara mutlak; baik harta itu berupa harta zahir maupun batin; baik utang itu telah jatuh tempo atau belum; baik utang itu merupakan utang kepada Allah atau utang kepada makhluk; baik utang itu merupakan jenis harta yang wajib dizakati atau tidak. Pendapat ini merupakan qaul qadim Asy-Syafi’i dan pendapat terkuat Hanabilah. Sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah mempersyaratkan utang yang menghalangi kewajiban zakat adalah utang yang telah jatuh tempo.
Dalam Kasyaf Al-Qina disebutkan,
ومعنى قولنا: يمنع الدينُ وجوبَ الزكاة بقدره: أنا نُسقِط من المال بقدر الدين المانع، كأنه غير مالك له؛ لاستحقاق صرفه لجهة الدين، ثم يزكي المدين ما بقي من المال إن بلغ نصابًا تامًّا، فلو كان له مائة من الغنم، وعليه مالٌ؛ أي: دَين يقابل ستين منها، فعليه زكاة الأربعين الباقية؛ لأنها نصاب تام، فإن قابل الدين إحدى وستين، فلا زكاة عليه؛ لأنه – أي الدين – ينقص النصاب، فيمنع الزكاة
“Makna perkataan kami ‘utang menghalangi kewajiban zakat sesuai dengan besaran utang tersebut’ adalah kami menggugurkan sejumlah harta sesuai dengan kadar utang yang menghalangi kewajiban zakat, seolah-olah pemiliknya tidak memiliki harta tersebut karena harta itu harus dialokasikan untuk pembayaran utang. Kemudian debitur menunaikan zakat dari harta yang tersisa jika mencapai nisab. Sebagai contoh, jika ia memiliki harta sebanyak 100 ekor domba dan utang yang setara dengan 60 ekor domba, maka dalam kasus ini dia berkewajiban menunaikan zakat dari 40 ekor domba yang tersisa karena itulah nisab yang sempurna bagi domba. Jika ternyata utangnya setara dengan 61 ekor domba, maka tidak ada kewajiban zakat yang mesti ditunaikan karena utang tersebut telah mengurangi nisab sehingga kewajiban zakat terhalangi.”
Dalil bagi pendapat ini adalah sebagai berikut:
Load more