Karena jika ada sesuatu yang halal dan haram bercampur maka dimenangkan yang haram. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT yang artinya, "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (an Nuur: 33)
Juga hadits Nabi saw sebelumnya yang menganjurkan agar berpuasa untuk menjaga diri dari timbulnya syahwat. Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa dalam keadaan tersebut diutamakan untuk menikah, karena tabiat seorang lelaki akan lentur setelah menikah, pola interaksinya akan meningkat, serta akan terkikis sikap kerasnya dan hilang sifat yang kacau. Demikian juga, tidak menikah dalam keadaan seperti itu kemungkinan besar akan menyebabkan terjatuh ke lembah perzinaan.
Makruh
Pernikahan dimalauhkan jika seseorang khawatir terjatuh pada dosa dan mara bahaya. Kekhawatiran ini belum sampai derajat keyakinan jika ia menikah. Ia khawatir tidak mampu memberi nafkah, berbuat jelek kepada keluarga atau kehilangan keinginan kepada perempuan.
Dalam madzhab Hanafi, Makruh ada dua macam; makruh tahrimi (mendekati haram) dan tanzihi (mendekati halal) sesuai dengan kuat dan lemahnya kekhawatirannya. Sedangkan menurut para ulama syafi’i, menikah makruh hukumnya bagi orang yang memiliki kelemahan, seperti tua renta, penyakit abadi, kesusahan yang berkepanjangan, atau terkena gangguan jin.
Menurut mereka juga dimakruhkan menikahi perempuan yang telah dikhitbah orang lain dan diterima. Juga pernikahan muhallil, jika tidak mensyaratkan di dalam akad sesuatu yang dapat membatalkan maksudnya, pernikahan penipuan, seperti seorang suami menipu akan keislaman seorang perempuan, atau kemerdekaannya, atau dengan nasab tertentu. (Mzn)
Load more