Sumatera - Sebagian orang mempertanyakan soal 10 Muharam merupakan lebaran anak yatim atau tidak. Bahkan, tidak hanya itu saja, ada juga yang mempertanyakan, apakah 10 muharam yang merupakan lebaran anak yatim adalah bagian ajaran agama Islam.
Ustaza Dede Rosidah di acara Rumah Mamah Dedeh mengungkapkan, bahwasanya 10 Muharam merupakan lebaran anak yatim adalah sebuah tradisi budaya dan bukan ajaran dari agama Islam.
"Lebaran anak yatim, di kita ramai di mana di bulan muharam untuk memeriahkannya, terutama pada 10 muharam banyak membilang itu adalah lebaran anak yatim, benarkah 10 muharam itu lebaran anak yatim? kita lihat," ujar Ustaza Dede Rosidah di acara Rumah Mamah Dedeh seperti yang dikutip tvonenews.com dari kanal YouTube tvone, Senin (19/9/2022).
Sambung Ustaza Dede menjelaskan, ketika Rasulullah berangkat ke Madinah dan melihat orang-orang di Madinah sedang bergembira. Kemudian, Rasulullah bertanya kepada mereka sedang apa? mereka pun menjawab pertanyaan Rasul, bahwsanya mereka dalam setahun dua kali merayakan hari raya.
"Kami dari zaman dahulu kala kami melakukan ini, Rasul mengatakan, kita orang Islam memiliki dua hari raya yakni Idul Fitri dan Iduladha, tidak ada hari raya 10 Muharam. Mengapa kita katakan 10 Muharam adalah hari raya anak yatim, ini tidak ada dalam agama Islam, tetapi kalau nyantuni anak yatim sepanjang zaman, sepanjang kita hidup, dan bukan hanya pada 10 muharam saja," pungkasnya.
Jadi, ia katakan, bahwasanya 10 muharam adalah hari kegembiraan untuk anak yatim tetapi bukan hari raya Islam. Di mana pada saat 10 Muharam, ia katakan, kebanyakkan orang menyantuni anak yatim, padahal untuk menyantuni anak yatim itu sepanjang manusia hidup.
"Sejarah lain mengatakan, Rasulullah berjalan ke lapangan, dan melihat anak-anak bercengkrama satu sama lain dan Rasul berdiri di lapangan, sementara Rasul melihat satu anak terdiam melihat orang-orang bergembira, dan Rasul memanggilnya serta menanyanya, 'mengapa kamu diam, sementara teman-temanmu gembira?' lalu anak itu menjawab alasan dirinnya terdiam, 'orang-orang itu senang melihat punya rumah, punya ayah, punya ibu dan punya makannan yang bercukupunan,' lalu Rasul bertanya kembali, 'Jadi kamu?' kemudian dijawab anak kecil itu, 'saya rumah tidak punya, ayah tidak punya, keluarga tak punya, mau makan pun susah' ternyata ini anak yatim," ungkapnya.
Lanjutnya menerangkan, setelah Rasulullah mendengar jawaban itu, Rasul mengatakan "maukah engkau Aisah jadi ibumu? maukah engkau Fatimah jadi saudaramu, maukah engkau Muhammad jadi ayahmu? anak itu pun menjawab mau, dan dibawalah dia oleh nabi pulang dan diberikan pakaian baik, dan dimandikan, lalu diberikan makan-makanan yang enak," kata Ustaza Dede.
Kemudian, Utaza Dede katakan, beberapa lama anak itu tinggal di rumah Rasul, anak itu bermain ke lapangan tersebut dan mulai membaur dan bercengkramah dengan anak-anak lainnya.
"Ini sejarah, mengapa 10 Muharam disebut lebaran anak yatim, karena pada 10 Muharam Rasul dan para sahabat banyak menyantuni anak yatim dan melebihkan santunannya. Lalu mengapa 10 Muharam dimuliakan, karena Rasulullah saat pergi dari Makah ke Madinah melihat orang Yahudi berpuasa dan bertemu dengan orang Yahudi. Kemudian nabi bertanya mengapa mereka berpuasa, dan orang Yahudi menjawab, mereka puasa karena mensyukuri selamatnya Nabi Musa dan mensyukuri tenggelamnya Firaun," jelasnya.
Maka dari itu, ia beberkan, Rasul menjawab apabila kalian berpuasa dengan alasan itu, maka bagi kami orang Islam lebih layak lagi berpuasa.
"Pada saat itu, pada 10 Muharam wajib satu hari dan tahun kedua hijriah turun Al-Baqarah ayat 183, di situlah puasa 10 Muharam jadi sunah," bebernya. (Aag)
Load more