"Desa memfasilitasi nguri-nguri tradisi ampyang maulid yang sudah dimulai dari masa penjajahan. Diikuti musala-musala dan komunitas pemuda yang ada di Desa Loram Kulon. Ada sekitar 30 gunungan, dan jumlah nasi kepel ada sekitar 500 sampai 1000," jelasnya.
Muhammad Faisal, salah satu pemuda peserta festival nampak antusias meski dalam keadaan basah kuyup. Ia bersama teman-teman dari perwakilan Musala Al-Hidayah mengusung gunungan dengan konsep bubur abang putih (merah putih) sebagai tradisi warga ketika ada hajat.
"Hujan-hujan tetap semangat, malah alhamdulillah ini kita anggap rezeki," katanya.
Di penghujung acara, gunungan raksasa berisi nasi kepel ampyang diperebutkan oleh warga yang datang.
Nasi kepel tersebut kemudian dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga, namun ada pula yang langsung dimakan di lokasi digelarnya kirab. (gml/put)
Load more