Kudus, Jawa Tengah - Ratusan warga berdesakan berebut nasi ampyang dalam tradisi Maulid di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (8/10/2022).
Sebelumnya, warga menggelar kirab keliling desa, dengan membawa gunungan nasi kepel daun jati dan ampyang atau kerupuk warna warni.
Masyarakat Kudus tepatnya di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati melakukan tradisi unik ini setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Sebanyak tiga puluh gunungan hasil alam diiring oleh perwakilan musala dan komunitas pemuda menuju ke Masjid (Wali) At-Taqwa, Sabtu sore.
Meski sempat diwarnai hujan deras, Festival Ampyang Maulid dan Loram Kulon Expo tahun 2022 ini tetap berlangsung meriah dengan dihadiri langsung oleh Bupati Kudus, Hartopo.
Hartopo mengaku takjub dengan semangat warga Loram Kulon yang meski diguyur hujan tetap ikut memeriahkan Festival Ampyang Maulid.
Hal tersebut merupakan suatu partisipasi dalam menjaga kearifan lokal yang bernilai sejarah. Dirinya pun mengajak seluruh elemen masyarakat agar terus melestarikan budaya tersebut yang sekaligus sebagai wujud syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
"Semangat luar biasa masyarakat, tidak peduli panas hujan, yang penting semangat kebersamaan masyarakat Loram Kulon. Adanya festival dan expo merupakan bentuk rasa syukur dengan hasil bumi yang melimpah ruah," ujarnya.
Bertepatan dengan momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad, Hartopo juga mengajak seluruh masyarakat untuk meneladani sifat-sifat mulia Rasulullah.
Maka dari itu, Tradisi Ampyang Maulid merupakan momentum untuk berbagi kepada sesama. Dimana terdapat ratusan nasi kepel yang dibagikan kepada masyarakat.
"Momentum kelahiran Rasulullah, perlu harus kita ingat dan teladani sifat-sifat Rasulullah sebagai panutan seluruh umat Islam," pesannya.
Sementara, Kepala Desa Loram Kulon Taslim, menjelaskan bahwa tradisi ampyang maulid merupakan bentuk pelestarian budaya warga Loram Kulon. Nasi kepel yang dijadikan ikon dalam perayaan ini memiliki sejarah panjang sejak masa penjajahan.
Masyarakat meyakini dengan sedekah nasi kepel setiap ada hajat, diharapkan bisa mendapat berkah dan kelancaran dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Desa memfasilitasi nguri-nguri tradisi ampyang maulid yang sudah dimulai dari masa penjajahan. Diikuti musala-musala dan komunitas pemuda yang ada di Desa Loram Kulon. Ada sekitar 30 gunungan, dan jumlah nasi kepel ada sekitar 500 sampai 1000," jelasnya.
Muhammad Faisal, salah satu pemuda peserta festival nampak antusias meski dalam keadaan basah kuyup. Ia bersama teman-teman dari perwakilan Musala Al-Hidayah mengusung gunungan dengan konsep bubur abang putih (merah putih) sebagai tradisi warga ketika ada hajat.
"Hujan-hujan tetap semangat, malah alhamdulillah ini kita anggap rezeki," katanya.
Di penghujung acara, gunungan raksasa berisi nasi kepel ampyang diperebutkan oleh warga yang datang.
Nasi kepel tersebut kemudian dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga, namun ada pula yang langsung dimakan di lokasi digelarnya kirab. (gml/put)
Load more