Religi - Kucing merupakan hewan yang menggemaskan bagi sebagian orang. Maka wajar saja, banyak orang yang memelihara kucing.Bahkan, tidak main-main dalam memelihara kucingnya.
Sebab, ada beberapa orang memelihara kucing sampai mengeluarkan kocek berjuta-juta setiap bulannya untuk perawatan kucing peliharaannya.
Selain itu, ada juga yang melihara kucing sampai membuat rumah kucing untuk kucing peliharaannya tinggal. Bahkan rumah tersebut diseain seapik mungkin dan lengkap dengan wahana tempat kucingnya bermain.
Dilansir dari NU Online, para ulama tetap mengkategorikan bulu yang rontok dari kucing sebagai benda yang najis. Meski demikian, najis tersebut dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit.
Ditoleransi pula dalam jumlah banyak, khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan buli kucing, misal bagi dokter hewan dan petugas salon kucing yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan kucing.
Ketentuan hukum ini seperti yang teringkas dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi.
(وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها
(قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين
“Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’
Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan.
Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu.
Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis.
Foto Kucing sedang Bermain
Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290).
Salah satu hal yang ditimbulkan dari status najis ma’fu pada bulu yang rontok dari kucing adalah ketika bulu kucing ini mengenai air yang kurang dari dua kullah, maka air tersebut tidak dihukumi najis dan tetap dapat dibuat untuk bersuci.
Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab Fath al-Wahab,
(و لا بملاقاة نجس لا يدركه طرف) أي بصر لقلته كنقطة بول (و) لا بملاقاة (نحو ذلك) كقليل من شعر نجس
“Air tidak najis sebab bertemu dengan najis yang tidak dapat dijangkau oleh mata, karena sangat kecilnya najis tersebut, seperti setetes urin. Dan juga dengan bertemu najis yang lain, seperti terkena bulu najis yang sedikit” (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 28)
Sedangkan hal yang menjadi tolak ukur dalam membatasi sedikit banyaknya jumlah bulu yang rontok dari kucing adalah ‘urf (penilaian masyarakat secara umum).
Foto Kucing sedang Mengintip
Jika orang-orang menyebut bulu kucing yang telah rontok dianggap masih sedikit, seperti dua atau tiga bulu, maka dihukumi najis tersebut ma’fu.
Sedangkan ketika mereka menganggap bulu yang rontok banyak, maka dihukumi najis yang tidak dima’fu, kecuali bagi orang-orang yang sulit menghindarinya.
Maka dari itu disimpulkan bahwa rontokan bulu kucing merupakan najis yang ditoleransi (ma’fu) selama masih dalam jumlah yang sedikit, dan najis yang tidak ditoleransi ketika dalam jumlah banyak, kecuali bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan banyaknya bulu rontok yang bertebaran di sekitarnya.
Oleh sebab itu, memelihara kucing memang diperbolehkan. Namun sebaiknya kita tidak teledor dalam menjaga kesucian pakaian dan tubuh kita karena banyaknya bulu kucing yang rontok dan mengenai pakaian dan tubuh kita.
Hal ini dimaksudkan agar segala ibadah yang kita lakukan benar-benar terhindar dari perkara-perkara najis yang disebabkan oleh keteledoran diri kita sendiri.
Di samping itu, Buya Yahya mengatakan dalam ceramahnya, bahwa ada uda binatang, yakni binatang yang halal dimakan dan binatang yang haram dimakan.
"Binatang yang halal bulunya boleh anda cukur dan dijadikan baju, bahkan bulunya tetap suci karena bulunya tidak ada ruh, ini ulama yang mengatakan," ujar Buya Yahya sesuai yang dilansir dari kanal YouTube Buya Yahya, Selasa (29/11/2022).
"Jikalau hewan tidak halal di mekan, berarti bulu-bulunya haram, namun tidak semua. Akan tetapi, bulu-bulunya termasuk yang tidak perkenankan maka itu akan menjadi najis, kalau emang banyak," sambungnya menjelaskan.
Akan tetapi, ia katakan, bila bulunya sedikit itu dapat dimaafkan seperti bulu kucing. Namun, jikalau anda niat mengerok bulu kucing itu, maka itu yang tidak diperbolehkan dan menjadi najis.
"Tapi sebagian lain mengatkan bulu tidak termasuk bangkai dan sebagian mengatakan itu bangkai. Maka bulu tidak dikatakan bangkai, jadi intinya begini, kalau sudah bulu kucing bahkan nabi sudah katan suci, maka lainnya itu yang dimaafkan, nggak usah masuk ke dalam was-was, karena bulu kucing, kecuali bulun anjing," jelasnya.
Maka dari itu, ia katakan jangan khawatir apabila bulu kucing di sejadah dan dibajuh anda menempel, maka sholat anda tetap sah.
Selanjutnya, dari berbagai sumber fiqih, bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup, maka status suci dan najisnya persis seperti bangkai dari hewan tersebut.
Maksud dari hal itu, ketika bangkai dari hewan tersebut dihukumi suci, maka potongan tubuh tersebut dihukumi suci, misalnya potongan tubuh dari ikan dan belalang.
Nah, hal itu juga sebaliknya, jika potongan tubuh berasal dari hewan yang bangkainya dihukumi najis, maka potongan tubuh dari hewan tersebut dihukumi najis, seperti pada hewan selain ikan dan belalang.
Ketentuan hukum demikian berdasarkan salah satu hadits sebagai berikut.
مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai” (HR Hakim).
Akan tetapi, dilansir dari NU Online, ketentuan hukum atau hadits tersebut, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan.
Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut, tapi terdapat perincian.
Seperti bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. Kemudian, bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi.
Sementara jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis. Seperti bulu yang rontok pada hewan tikus, anjing, keledai, atau hewan-hewan lain yang dagingnya haram dimakan. (Aag)
Load more