Jakarta, tvOnenews.com - Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga atau Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi dinilai perlu dilakukan peninjauan kembali.
Hal itu terjadi lantaran isinya bertentangan peraturan perundang-undangan di atasnya bahkan melanggar Piagam Olimpiade (Olympic Charter).
Staff Ahli KONI Benny Riyanto menjelaskan cacat hukum tersebut terlihat pada Pasal 10 ayat (2) Permenpora 14 tahun 2024 Tentang kongres atau musyawarah organisasi olah raga harus mendapat rekomendasi Kementerian.
Padahal, selama ini kongres atau musyawarah Organisasi Cabang Olahraga yang memberikan rekomendasi adalah KONI, karena KONI dibentuk dan disepakati oleh cabang olahraga itu sendiri yang sesuai dengan pasal 37 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2022.
"Sehingga Pasal 10 ayat (2) Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi dari pemerintah terhadap teknis pengelolaan Organisasi Olahraga yang melanggar UU nomor 11 tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5. Karena menurut Olympic Charter tersebut mengatur bahwa pengurus organisasi olahraga adalah independen serta tidak boleh diintervensi pihak manapun," ujar Benny dalam seminar yang digelar Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Benny melanjutkan dalam Pasal 28 ayat 1 Permenpora 14 tahun 2024 yang menyebutkan bahwa Menteri berwenang untuk membentuk tim transisi dalam hal sengketa telah menghambat proses pembinaan olahragawan.
Sebab, kewenangan tersebut selama ini menjadi kewenangan KONI, karena KONI adalah Induk cabang olahraga.
"Keberadaan KONI dibentuk oleh cabang olahraga sesuai pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2022. Sehingga Kemenpora terkesan terlalu ikut masuk mengurusi teknis pembinaan keolahragaan. Hal ini justru berdampak mengurangi faktor independensi dari organisasi olahraga," jelasnya.
"Padahal kewenangan Kementerian harusnya sebagai regulator bukan operator, sehingga urusan teknis pembinaan olahraga diserahkan kepada organisasi olahraga bisa organisasi induk cabang olahraga ataupun KON/KONI," tambahnya.
Selain itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga merupakan Direktur Indonesian Center for Legislative Drafting Fitriani Ahlan Sjarif menjelaskan, legalitas dan prosedur pembentukan peraturan harus sesuai dengan hierarki hukum.
Dia menggarisbawahi bahwa partisipasi publik dalam proses legislasi sangat penting.
"Permenpora 14 tahun 2024 harus mengacu pada asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Asas ini menyatakan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, peraturan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah. Sedangkan Permen sendiri posisinya lebih rendah dari UU, dan PP," ujarnya.
Sementara itu, Dewan Pakar AAI Patra M Zen menyampaikan bahwa Permenpora bertentangan dengan prinsip otonomi organisasi olahraga.
“AAI siap menjadi mediator antara Kementerian dan Para Cabang Olah Raga yang dirugikan termasuk jika perlu menjalankan fungsi advokasi untuk melakukan uji materiil atas Permenpora 14 tahun 2024," ujar dia.
Alfin Sulaiman selaku Wakil Ketua Umum DPP AAI menyatakan bahwa seminar ini bertujuan untuk menciptakan sinergi kolaborasi yang baik antara pembuat kebijakan, pelaku olahraga dan komunitas hukum, sehingga menciptakan ekosistem olah raga yang lebih maju, adil demi masa depan olah raga Indonesia yang lebih gemilang.
"Dan kita telah menggarisbawahi bahwa kesimpulan seminar ini menunjukkan bahwa Permenpora 14 Tahun 2024 bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan diatasnya, bahkan melanggar Olympic Charter. Sehingga saran dari para narasumber Permenpora 14 tahun 2024 seharusnya dibatalkan atau dicabut atau setidak-tidaknya direvisi," tukasnya.(ant/lgn)
Load more