"Kata orang sih, dulu pas kecil, saya pendiam. Jadi, pas saya pertama kali main OnePride lawan Paul, teman-teman pesantren, tetangga-tetangga pada kaget, kenapa bisa, Aep nu baheula cicingeun (Aep yang dulu pendiam), bisa ikutan olahraga kaya gitu (MMA)," cerita Aep Saepudin.
"Dulu mah banyak yang mengira, saya bakal jadi ustad, karena selama tiga tahun di pesantren, alhamdulillah saya sering juara pidato dakwah," sambung Aep Saepudin dengan logat Sunda.
Orangtua Tidak Setuju
Dari belajar agama di pesantren, lalu bekerja di toko material, kemudian beralih ke dunia beladiri, Aep Saepudin pernah membuat kecewa orangtuanya. Ayah-ibunya khawatir dan tak setuju pada pilihan kariernya karena tak ada keturunan atlet dalam keluarga besarnya.
"Nggak sama sekali, mereka nggak izinin saya untuk jadi atlet beladiri. Saya masih ingat, waktu itu saya untuk pertama kali ikut turnamen muaythai amatir di Tasikmalaya. Saat anak-anak lain dikasih selamat sama orangtuanya, saya malah dimarahin habis-habisan sama Bapak,” kenang pria berusia 28 tahun.
Lantaran tidak mendapat izin bertarung, Aep marah, bahkan ia putus komunikasi dengan kedua orangtua. Namun bekal agama menyadarkan petarung kelahiran Ciamis, Jawa Barat. Tak ingin jadi anak durhaka, ia kemudian kembali mendekati ayah-ibunya untuk meraih restu menjadi petarung profesional.
“Setelah jelasin secara detail, alhamdulilah, akhirnya sampai sekarang orangtua kasih restu,” kata Aep Saepudin mengenai kiprahnya menuju OnePride MMA dan kini berpeluang maju ke petarungan memperebutkan gelar juara kelas bulu setelah mengalahkan Hadi Purnomo. (rfn/raw)
Load more