Namun bukan Taru Rinne jika berputus asa dan berhenti sampai di situ saja. Peristiwa pahit di gokart justru membuat Rinne beralih ke balap motor pada 1987. Setahun kemudian, 1988, ia sudah mendapat kontrak dari Honda untuk balapan di kelas GP125 dengan menggunakan motor RS125.
Setahun kemudian, 1989, nama Taru Rinne mendunia dengan julukan The First Lady of Fast setelah ia mampu menyelesaikan musim dengan mengumpulkan 23 poin dan berada di urutan ke-17. Dengan total peserta GP125 berjumlah 44 orang, pencapaian Rinne sudah lebih baik dari setengah peserta lain.
Namun karier balap motor wanita asal Finlandia yang lahir 54 tahun lalu tidak panjang. Rinne mengalami kecelakaan pada 1991 pada seri kesepuluh di Sirkuit Paul Ricard, Prancis. Kisah tragis cedera parah pada pergelangan kaki bukan alasan bagi Rinne untuk tidak lagi melaju lagi di sirkuit.
Tapi sepucuk surat dari Bernie Ecclestone, yang memiliki kuasa untuk menentukan seorang pebalap bisa melanjutkan balapan atau tidak, menjadi kekecewaan terbesar dalam hidup Taru Rinne.
Meski kekecewaan melanda hidupnya, kisah balapan Taru Rinne belum berakhir. Ia merasakan lomba lagi pada balapan lokal Finlandia hingga GP Jerman pada 1993. Walaupun tidak sampai ke kelas para raja alias GP500, kisah Rinne di balapan GP125 sudah sangat membanggakan dan membuka mata dunia.
Bahwa wanita pun bisa melaju dengan kencang dan benar. Inspirasi Taru Rinne telah memacu kemunculan nama-nama pembalap wanita baru yang sukses menorehkan poin di balapan GP, seperti Katja Poensgen, Ana Carrasco hingga Maria Herrera. (doe/raw)
Load more