Pemerintah belum lama ini menggulirkan wacana untuk menarik pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok yang masuk dalam daftar sembilan bahan pokok atau sembako. Selain sembako, Pemerintah juga akan memungut pajak untuk sektor jasa pendidikan dan kesehatan.
Rencana pungutan pajak ini tertuang dalam draf revisi kelima UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. RUU ini akan segera dibahas oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat karena masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2021.
Staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyatakan sembako yang akan dikenakan PPN adalah produk yang masuk kategori premium. Begitu pula dengan jasa-jasa lain yang tercantum dalam draf tersebut. Pemerintah mengklaim kebijakan ini diambil semata-mata untuk keadilan.
"Kita ingin merancang satu kebijakan yang nanti ketika ekonomi sudah pulih, pandemi berakhir, (kebijakan) itu bisa diimplementasikan sebagai landasan payung hukum untuk optimalisasi penerimaan pajak yang berkeadilan," ujar Prastowo menjelaskan dalam program Catatan Demokrasi, Selasa (15/6).
Ia kemudian mengatakan bahwa PPN ini hanya sebagian dari arsitektur reformasi perpajakan yang disiapkan. Jika undang-undang ini diterbitkan, justru kelompok masyarakat berpenghasilan lebih tinggi lah yang akan disasar agar bisa bersolidaritas kepada kelompok masyarakat dengan ekonomi rentan. Prastowo menjelaskan, salah satu sasaran utama UU ini adalah orang-orang yang selama ini menghindari pajak.
"Beli beras kualitas premium yang satu liternya bisa 200 ribu, impor, itu tidak kena PPN. Sementara orang miskin beli beras murah di pasar tradisional sepuluh ribu per liter tidak kena PPN juga... Jadi ada gap income yang sangat lebar tapi perlakuannya sama. Ini ruang-ruang ketidakadilan yang harus ditata," ujarnya menjelaskan.
Di dalam forum yang sama, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa ketimbang mengurusi masalah perpajakan, pemerintah seharusnya fokus menangani pandemi terlebih dahulu."Kenapa soal memajaki sembako yang mewah (premium) tidak dilakukan dari dulu sebelum ada pandemi?" tanyanya.
Lebih lanjut, mantan Menko Ekuin ini mengatakan, jika memang tujuan RUU ini adalah keadilan, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada pemberlakuan pajak warisan dan pajak kekayaan bagi orang-orang super kaya yang memiliki harta triliunan, seperti yang juga diimplementasikan di banyak negara maju.